Dear ibu,
Melahirkan adalah sebuah peristiwa besar dan tak terlupakan dalam hidup kita, setiap ibu pasti bisa mengingat dengan jelas, kenangan saat melahirkan buah hatinya kedunia. Buat Saya, peristiwa besar itu terjadi di sebuah Rumah Sakit Ibu dan Anak yang cukup terkenal di Jakarta. Saat itu dokter memutuskan bahwa Saya harus diinduksi, karena menurut dokter, air ketuban Saya sudah berkurang fungsinya. Pada saat pembukaan 7, air ketuban pecah, dan airnya berwarna hijau. Hingga pada saat pembukaan 10, anak Saya lahir dengan kondisi biru, dan tidak menangis, hati Saya merasakan beribu perasaan pada saat itu, bahagia, bingung,dan takut, semuanya campur jadi satu.
Melahirkan Tanpa IMD
Saya tidak diberikan waktu untuk Inisiasi Menyusui Dini (IMD) karena bayi harus segera dibawa untuk dibersihkan dan langsung dimasukan ke tabung incubator. Mungkin karena hal ini, sampai anak Saya beusia dua hari air susu ibu (ASI) Saya belum kunjung keluar padahal si anak terlihat lapar dan ingin menyusui. Pada saat dicek bilirubinnya cukup tinggi dan harus di berikan sinar. Setiap anak Saya menangis karena lapar, Saya selalu mencoba untuk memberikan ASI hingga puting Saya lecet dan keduanya berdarah, berulang terus menerus setiap kali harus menyusui. Inilah permulaan Saya berjuang memberikan ASI.
Suster RS Yang Kurang Mendukung
Beberapa saat sebelum pulang dari rumah sakit sempat terjadi gesekan antara saya dan suster bayi di rumah sakit. Saat tiba waktunya untuk menyusui, Saya berada diruang bayi, dan sebagai Ibu baru yang belum lancar menyusui, Saya masih menahan sakit karna lecet puting dan ASI yang belum deras keluar. Dengan seenaknya suster itu memegang puting Saya tanpa permisi, sambil berkata dengan judesnya , “Gimana sih ibunya gaul tapi ngga tahan sakit!”. Mungkin dia berkata begitu karena melihat ada beberapa tato ditubuh Saya. Suami Saya langsung marah mendengarnya, dan langsung complaint ke Bidan jaga yang kebetulan saat itu sedang datang ke kamar untuk mengajari Saya belajar memandikan bayi. Menurut saya, tidak seharusnya suster berkata seperti itu, karena sudah sepantasnya seorang Ibu yang baru saja melahirkan mendapat dukungan dan bukan kecaman dari pihak luar. Saya segera menghubungi Dokter kandungan saya, Hasrul sambil menangis, dan beliau langsung datang ke Rumah Sakit untuk mendampingi Saya menyusui. Sangat wajar bila saat baru melahirkan, seorang Ibu masih belum terbiasa dengan rutinitas menyusui, dan masih dalam keadaan belajar.
Pentingnya Dukungan Lingkungan
Hari itu juga Saya memaksa untuk pulang dari rumah sakit dengan membawa anak Saya yang pada saat itu masih dalam keadaan yang masih kuning. Sebelum pulang Saya sempat diajarkan bidan Penny untuk mengkompres dan pijat puting dirumah, dan Saya juga selalu ingat pesan dokter untuk minum 3 liter air sehari dirumah. Sampai dirumah, Saya tidak lupa menjalankan pijat puting. Karena motivasi dari seorang teman, yang selalu menyemangati Saya, pada keesokan harinya, betapa kagetnya Saya saat bangun tidur melihat daster Saya basah. Puji tuhan akhirnya ASI saya keluar dengan lancar.
Memilih ASI
Setelah beberapa hari, kami cek kembali ke dokter, tapi berat badan anak Saya turun, dokter anak menyarankan untuk menambah dengan susu formula. Tapi Saya bertahan dengan pendirian Saya untuk tidak memberikan susu formula. Hingga saya cek ke dokter Ametha Drupadi. Ternyata anak saya Tounge Tie dan Lip Tie level 4, sehingga harus langsung di insisi.
Tanpa lama, berat badan anak Saya sudah naik tanpa harus diberikan susu formula. Menurut Saya dalam menyusui, yang perlu diingat, Kita harus yakin bila ASI yang kita miliki cukup buat anak kita, tanamkan terus pikiran ini, mudah-mudahan dengan berbekal semangat ini kita bisa menyusui dengan bahagia.
Untuk ibu-ibu menyusui diluar sana mari kita berikan hak anak kita untuk menyusui, walaupun harus melalui perjuangan yang luar biasa. Inilah yang terbaik. God bless you all.
****
Cerita Irene Licek, Ibu dari Denzel 5 bulan. Seorang musisi dan Pejuang Asi. Diceritakan kembali oleh Dian Astari Notodisuryo.