Karena proses transisi dan transformasi bukan hanya dialami ibu, ayah juga mengalami proses transendensi dan masa-masa yang tidak mudah
Beberapa waktu lalu Halo Ibu ngobrol seru dengan @bapak2id. Nah, kalau ibu-ibu ketemu bapak-bapak, apa aja sih yang dibahas?
Layaknya Halo Ibu yang hadir sebagai teman untuk perempuan bertranformasi yang mendampingi tanpa judgment, @bapak2id juga punya visi, yaitu sebagai media untuk menampung aspirasi Bapak-bapak medioker yang merupakan pemegang kendali di masa kini dan masa depan agar bisa menjadi pribadi “excellent” menurut versinya masing-masing.
Apa saja sih yang bisa dipelajari dari Bapak2?
Ayah juga bertransisi
Seperti halnya perempuan yang mengalami transisi peran, laki-laki juga mengalami transedensi saat memasuki jenjang pernikahan dan memiliki anak. Ketika mengalami sebuah perubahan besar dalam hidup, adalah hal yang normal untuk merasakan takut akan peran baru, keraguan untuk bisa menjadi seorang ayah atau tidak. Segala ketakutan terbayar ketika mendengarkan detak jantung anak untuk pertama kalinya. Ketika sudah ada kelekatan, seorang ayah bisa mengorbankan banyak hal untuk anaknya, bahkan nyawa rasanya sudah seharga popok bayi. Masa di mana tidak bisa lagi bertindak sembarangan/ sekehendak hati karena saat menjadi ayah, tidak hidup untuk diri sendiri, tapi keluarga.
Anak adalah Titipan BERSAMA
Ketika ibu mengandung, prosesnya dilakukan bersama dengan ayah, dan persiapannya dilakukan berdua. Apa hal yang penting disiapkan sebelum memiliki anak? Yang terutama adalah mental. Menjalani masa kehamilan bersama, memang tidak semudah kelihatannya, kadang harus berhadapan dengan mood swing yang dialami pasangan. Dalam sebuah pernikahan selalu ada suka – duka dan perubahan kondisi emosi mungkin jadi salah satu tantangan karena terkait dengan hormone, dan memiliki mood yang selalu berubah juga bukan hal yang diinginkan, bahkan oleh sang ibu.
Menyadari bahwa proses hamil dan melahirkan adalah momen yang tidak bisa dirasakan laki-laki, namun ayah tetap merupakan supporter dan pendamping utama untuk ibu. Semakin bertambah anak yang dimiliki, semakin besar hati ayahnya.
Masa Postpartum Ayah
Tidak hanya ibu yang merasakan masa-masa menantang setelah melahirkan, mau mengakui atau tidak, ayah sebetulnya juga mengalami proses ini. Semua butuh penyesuaian terhadap sebuah perubahan besar yang terjadi dalam hidup. Pada tahapan ini, dibutuhkan kesadaran diri untuk menyadari perasaan dari kedua belah pihak, untuk selanjutnya bisa menjalani proses postpartum bersama dengan saling mendukung.
Ayah juga butuh Jeda
Pernah ngga sih ada masanya ketika pulang kerja, ayah tidak langsung ingin ke rumah, meski hanya sejenak, ingin rasanya “nongkrong” dengan teman. Bisa jadi itu adalah pertanda bahwa Ayah butuh waktu untuk rehat. Saat seperti ini ada baiknya dikomunikasikan dengan pasangan bukan hanya ke teman, agar tidak menimbulkan masalah. Salah satu hal yang dilakukan adalah saling berempati. Ketika ayah menyadari bahwa dirinya butuh jeda dan memahami bahwa kondisi yang sama jenuhnya juga dirasakan oleh ibu saat mengurus keluarga, tentu dapat menciptakan ruang untuk bertoleransi. Ibu memberikan ayah kesempatan jeda dan ayah juga memberikan ruang untuk ibu rehat dan merawat dirinya. Ibu perlu me time, demikian pula dengan ayah.
Nafkah BUKAN HANYA materi
Seringkali yang menjadi kendala dalam menjalani rumah tangga adalah stereotype bahwa kewajiban ayah adalah mencari uang dan semua kewajiban di rumah adalah sepenuhnya tanggung jawab ibu. Padahal ada yang disebut dengan nafkah lahir dan batin, bahwa peran untuk memberikan kebahagiaan pada pasangan dan anak juga disebut sebagai nafkah. Pada dasarnya rumah tangga adalah sebuah sistem yang dilakukan bersama. Berbagi tanggung jawab bersama dapat membuatnya terasa lebih baik. Anak adalah tanggung jawab bersama, mengurus rumah dilakukan berdua, hal yang tidak dapat dilakukan ayah adalah hamil, melahirkan, dan menyusui, selebihnya bisa diupayakan. Meski kadang dalam melakukan pekerjaan rumah, ayah tidak selalu sempurna, tapi ibu juga perlu memahami dan mengapresiasi usaha yang dilakukan ayah.
Anak adalah CERMIN orang tua
Adakalanya Ayah merasa pusing dengan perilaku anak, apalagi kalau sedang rungsing. Eits, jangan salah. Perilaku anak yang demikian juga dipelajari dari orang tuanya dan diadaptasi seiring dengan proses pengasuhan yang diterimanya. Salah satu ujian terbesar menjadi ayah adalah ketika melihat anak menangis karena ayahnya, apalagi di saat pandemi seperti ini, tentu menjadi tantangan karena anak juga merasa sangat tidak nyaman. Ketika berada dalam kondisi yang amat tidak terkendali dan emosi tidak tertahan, ada baiknya mengambil jeda waktu sesaat dan mengingat kembali bahwa yang dilakukan anak secara tidak sadar bisa jadi karena dia belum memahami sepenuhnya yang dilakukan.
Date with Daddy
Ternyata salah satu cara untuk meningkatkan bonding/ kedekatan dengan anak, Ayah juga dapat melakukan berbagai aktivitas yang dilakukan bersama dengan anak. Di satu sisi memberikan jeda untuk ibu beristirahat, di sisi lain dapat menciptakan waktu yang berkualitas dengan anak dan mengenali karakter masing-masing. Tapi, jangan lupa juga ayah dan ibu juga butuh waktu yang kondusif untuk dihabiskan bersama. Awalnya mungkin deg-degan pergi berdua tanpa anak, namun hal ini penting dalam menjaga keharmonisan hubungan.
Kadangkala di tengah kesibukan kita lupa untuk memahami kondisi pasangan dan menyadari bahwa ayah juga bertransisi, mereka juga mengalami ketakutan dan kekhawatiran dalam mengurus anak maupun keromantisan dalam hubungan. Ke depannya masih banyak ketakutan dan kekhawatiran, tapi perlu disadari bahwa kita tidak sendiri mengalaminya.
Selamat beraktivitas dan tetap sehat ya!