Pada umumnya, ketika seorang perempuan mengetahui bahwa dirinya positif hamil, semua persiapan akan dilakukan untuk menyambut buah hatinya..
Saya salah satunya, apalagi hamil pertamaku saat saya berusia 35 tahun. Segala persiapan fisik dan mental seperti memilih nutrisi yang baik, berolahraga, membaca buku tentang persalinan, mencari dokter dan tempat lahir yang sesuai dengan visi saya sampai hypnobirthing saya lakukan dengan riang gembira. Apalagi saat itu saya juga sebagai instruktur yoga, jadi selama kehamilan saya tetap mengajar yoga. Saya sadar betul bahwa stamina sangat penting untuk proses persalinan, terutama pada usia saya yang sudah tidak muda lagi.
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga, saya melahirkan anak laki-laki yang sehat dan lucu dengan nyaman. Rasanya luar biasa senangnya karena persiapan yang sudah dilakukan membuahkan hasil. Namun, setelah malam pertama dilalui dengan begadang dan dengan proses menyusui yang masih sama-sama belajar, saya baru menyadari bahwa saya tidak melakukan persiapan apapun untuk paska melahirkan!
Persiapan membeli baju dan peralatan bayi sudah dilakukan, namun ternyata persiapan mental rasanya belum maksimal dan saya beramsumsi bahwa saya akan ‘go with the flow’ saja tentang menjadi ibu. Pada dua minggu pertama memori saya blur, yang saya ingat hanya ketidakpedulian saya pada waktu karena pagi dan malam rasanya sama, saya seperti robot yang mengulang-ulang kegiatan di tempat yang sama.
Saat ini profesi saya bertambah dengan menjadi pendidik persalinan dan juga doula. Sering sekali saya melihat pengalaman yang serupa dengan saya. Persiapan untuk persalinan sudah maksimal banget, namun persiapan paska melahirkan, yang waktunya jauh lebih lama dari masa persalinan dan tentu saja lebih challenging, malah sedikit terlupakan. Tapi belanja pernak pernik keperluan bayi pasti ingat ya ibu 🙂
Selain belanja ini itu, persiapan ini dan itu, lalu bagaimana dengan persiapan mental dan emosional kita?
Berdasarkan pengalaman pribadi sebagai ibu dari dua anak dan dari pengamatan saya menjadi doula, saya akan bagikan beberapa tips untuk sesama ibu yang mungkin sedang mengalami apa yang pernah saya alami, semoga bermanfaat ya ibu…
1. Kalau masih hamil, persiapan ibu bisa ditambah dengan mengikuti kelas-kelas breastfeeding dan newborn care. Ternyata proses menyusui itu ada 1001 macam kendala, benar-benar persiapakan diri dan juga pasangan atau support system kita untuk hal ini. Kalau sudah melahirkan, tidak ada kata terlambat untuk bertemu dengan konselor laktasi atau ikut grup menyusui untuk mendapatkan bantuan dan dukungan. Ingat bahwa ibu dan juga bayi masih sama-sama belajar, perlu waktu untuk menyusui dengan ‘effortless’ 🙂
2. Selain memilih jenis kamar perawatan yang sesuai dengan kebutuhan dan keuangan kita. coba pikirkan juga tentang kapan kita ingin menerima tamu. Ingat ya ibu, bonding dengan si kecil pada jam-jam pertama kelahiran jauh lebih penting daripada mengabarkan saudara, teman dan seluruh dunia about the baby’s arrival. Ibu, dan tentu saja ayah, perlu waktu untuk istirahat dari masa persalinan. You deserve it! Jika memang belum ingin bertemu dengan siapapun, sampaikan kepada keluarga dan cari jalan agar semua pihak happy dan tidak merasa tersinggung.
3. Ask for help! Yup, hal sesimpel seperti mandi untuk ibu baru mungkin menjadi hal yang rumit dan hampir mustahil. Ada manusia kecil nan menggemaskan yang bisa menempel dengan kita selama 24 jam nonstop, bergeser satu jari tanganpun bisa membangunkan dia! Kalau ada saudara atau teman yang menjenguk, tidak ada salahnya meminta tolong kepada mereka untuk membawa makanan ataupun menjaga si kecil sebentar untuk mandi.
Di luar negeri sudah tidak asing lagi melihat daftar pekerjaan rumah yang tertempel di pintu depan rumah seorang ibu yang baru melahirkan sehingga para tamu yang datang menjenguk sekaligus mencuci piring, menyapu bahkan memasukan baju kotor di mesin cuci, sesuai dengan keinginan tamu tersebut.
4. It’s ok to make mistakes. Percaya bahwa kita mampu untuk belajar dengan cepat, dan bayi adalah makhluk yang luar biasa cerdasnya.
5. Percaya pada instingmu ibu. Menjadi orangtua untuk pertama kali (dan juga kedua, ketiga dst) pasti akan mendapatkan saran-saran yang tidak dimintai. Maksud mereka baik, karena sayang dan ingin membantu. Terimalah saran mereka dengan senyuman manis dan ucapkan terima kasih, tidak ada salahnya untuk mencoba saran tersebut, namun selalu kembali lagi ingat bahwa setiap bayi unik dan kita berusaha dengan sebaiknya.
6. Beri dukungan kepada pasanganmu. Yes, you read that right ibu. Suami juga sedang mengalami hal yang sama seperti kita. Perasaan khawatir, tidak berdaya dan bingung adalah hal yang wajar untuk mereka rasakan. Memberi support kepada mereka dengan mengkomunikasikan apa yang baik dan memberi arahan yang jelas dengan apa yang kamu inginkan, karena lelaki bukan cenayang dan mereka tidak bisa menebak maunya kita seperti apa. Beri dia ‘quality time’ sama bayinya, percayakan bahwa dia bisa juga memandikan bayi atau mengganti popok dengan ‘benar’ 🙂 Curilah waktu sedikit untuk ngobrol tentang apa saja atau makan semeja bersama.
7. Cari support system yang terbaik untukmu. Berkumpul dengan teman seperjuangan. Sekarang sangat mudah mencari grup yang memiliki kesenangan yang sama dan bergabung, apakah itu grup kesehatan anak, pejuang asi sampai grup babywearing. Lalu sama pentingnya juga adalah support system terdekatmu. Keluarga dan teman juga bisa menjadi pendukung yang bermanfaat. Intinya adalah surround yourself with people who make you happy. Tidak perlu banyak dan ramai.
8. Ingat nafasmu! Kalau bahu sudah tegang, wajah sudah bertekuk-tekuk, kepala pusing dan rasanya mau flight atau freeze, tarik nafas yang dalam dan hembuskan dengan perlahan dan rasakan setiap ketegangan di seluruh tubuh mencair. Lakukan secara berulang-ulang dan kalau merasakan perlu menangis, teriak bahkan tertawa dengan keras … lakukanlah! You got this ibu, ingat bahwa tidak ada yang abadi. This too shall pass. Dengan pernafasan yang dalam, oksigen akan mengalir dengan lancar ke otak dan ibu akan menemukan solusi untuk setiap rintangan yang dihadapi. Percayalah.
9. Relax! Relax! Relax! Di yoga ada satu asana (gerakan) yang paling penting dan harus dilakukan setiap selesai beryoga, yaitu savasana. Savasana adalah tidur serileks mungkin. Biasanya kita terlentang dengan kaki terbuka lebih lebar dari pinggul dan tangan disamping tubuh dengan telapak tangan terbuka keatas. Lalu nafas sealami mungkin dan rasakan setiap otot pada tubuhnya melemas dan rileks. Tutup mata dan mengobservasi tubuh, rasakan dengan setiap buangan nafas setiap otot yang tegang mencair. Coba untuk tidak menggerakan tubuhnya, dan pejamkan mata dengan lembut dan fokus hanya pada nafas dan tubuhmu saat itu. Bisa juga melakukan ini dengan terlentang dan kaki disandarkan ke tembok. Ambil 2-3 bantal yang diletakkan dibawah punggung lalu tiduran diatas bantal-bantal tsb sambil membuka dada dan meregangkan bahu dan punggung yang sudah terlalu lama membungkuk untuk menyusui. Bisakah melakukan ini untuk 5 menit saja setiap harinya? Sebelum tidur malam atau ketika si kecil sedang tidur siang. Anytime is a good time to do savasana.
10. Ketika pergi travelling dengan pesawat, pramugari akan memberi arahan keselamatan. Salah satu yang paling saya ingat adalah ‘pasangkan masker oksigen ke diri endiri dulu sebelum memasangkan ke anak.’ Take care of yourself first before you can take care of your family. Hal ini yang saya sempat miss dengan anak pertama saya. Saya terlalu sibuk mengurus dia sampai-sampai saya lupa untuk menjaga kesehatan saya sendiri. Demam meriang sampai muntah-muntah diabaikan karena pada saat itu si bayi adalah segala-galanya bagiku. Lantas apa yang terjadi? Asi mampet, bayi rewel dan saya marah-marah dan menangis setiap hari. Badan sudah tidak karuan, pinggang dan lengan rasanya sudah kebas. Sekali lagi, ambillah sedikit waktu untuk rileks, panggil mbok pijit ke rumah atau gelar mat yoga disamping si bayi untuk melakukan peregangan yang simpel. Gerakan yoga seperti cow-cat, side stretch dan peregangan otot leher dan bahu sudah lebih dari cukup untuk mengalirkan darah dan meregangkan ketegangan otot. Saya akan selalu ingat teman sesama instruktur yoga menjenguk kerumah setelah 40 hari melahirkan anak kedua dan dia menggelar mat untuk saya lalu memaksa saya beryoga saat itu juga dengan instruksi dia. Hanya 15 menit dengan gerakan cow-cat lalu low lunge untuk merelease ketegangan di otot psoas dan diakhiri dengan pernafasan dalam mampu membuat saya menangis terharu dan berterima kasih tak terhingga untuk kadonya.
Sedikit tambahan untuk gerakan yoga. Jika memungkinkan, beryogalah dengan instruktur yang sudah mempelajari postnatal yoga. Kalau mau mengikuti kelas yoga pilihlah kelas yang basic jika tidak ada pilihan khusus postnatal yoga. Bagi ibu yang baru melahirkan, dapatkan lampu hijau dari dokter atau bidannya sebelum memulai berolahraga. Biasanya fokus utama ibu paska melahirkan adalah untuk mengecilkan perut. Perlu pelajari tentang diastasis recti dulu ya sebelum melakukan gerakan push up dan sejenisnya karena bukan perut six-pack yang akan didapatkan malah sebaliknya. Dan ingat bahwa tujuan berolahraga untuk kesehatan ibu, bukan untuk mendapatkan kembali pre-baby body 🙂 Akan ada masanya untuk itu. Sekarang yang terpenting adalah kebahagiaan dan kesehatanmu.
Setiap ibu diseluruh pelosok bumi ini juga mengalami hal yang sama.Pernah dengar pepatah ‘it takes a village to raise a child’? Menurut saya perlu ditambah sedikit menjadi ‘it takes a village to care for a mom so that she can raise her child’. Ibu perlu menjaga dan merawat diri dulu ya, dan bayipun akan lebih senang dan tenang jika ibunya begitu.
Semoga tulisan saya ini bermanfaat untuk ibu semua yah. Selamat menjadi ibu yang terbaik untuk anakmu!