Mastitis yang disertai infeksi bakteri berat membuat saya harus dirawat selama 2 minggu di rumah sakit dan menghilangkan kemampuan saya untuk menyusui. Padahal, saat itu usia putri saya baru 1 bulan.
Sakit hati karena ucapan nyinyir orang tentang “Aduh, harusnya begini dan begitu”, rasa iri setiap melihat ibu lain yang berhasil mengASIhi, semua tidak sebanding dengan perasaan bersalah yang saya rasakan terhadap putri saya.
Saya tahu saya sudah gagal dalam salah satu fase paling penting di hidupnya.
Dua tahun setelah itu, tak pernah sehari pun saya hidup tanpa rasa bersalah.
Saya menyesali tidak berhasil menemukan tenaga medis yang lebih bisa diandalkan. Saya mengutuki diri saya mengapa tidak lebih awal mencari informasi. Melihat putri saya yang sedang minum susu formula membuat saya ingin menangis.
Saya tahu penyesalan tidak akan mengubah waktu yang sudah berlalu, tapi tetap saja sulit untuk mengikhlaskan kegagalan yang satu ini.
Sampai di satu titik saya sadar, menyalahkan dan menghukum diri saya sendiri tidak membuat saya menjadi ibu yang lebih baik.
Kita tidak mungkin jadi ibu yang sempurna, seperti halnya mustahil kita jadi manusia yang sempurna. Lebih dari itu, saya ingin jadi manusia yang bahagia dan melewati momen- momen indah bersama putri saya. Mengejar kesempurnaan hanya akan membuat saya frustasi.
Jadi, saya mencoba berdamai dengan diri saya dan kondisi yang saya hadapi dengan melakukan beberapa hal ini;
- Memaafkan diri saya sendiri
Pada akhirnya, saya sadar saya tidak perlu approval orang lain atas kondisi saya. Terutama, dari mereka yang tidak bersama saya ketika saya sakit dan tidak melihat betapa saya sudah berusaha. Saya tahu hal pertama yang harus saya lakukan adalah memaafkan diri saya sendiri. Memaafkan diri saya sendiri membuat saya merasa lebih baik dan mampu berpikir lebih jernih. Proses ini tidak mudah, tentu. Buat saya, perlu banyak sesi introspeksi dan berdoa sampai akhirnya saya mampu berkata pada diri saya sendiri, “I forgive you for this failure“.
- Mengalihkan energi saya
Sibuk menyalahkan diri sendiri sungguh menghabiskan energi. Padahal, energi yang sama bisa kita gunakan untuk hal lain yang lebih produktif. Saya mengalihkan energi saya untuk belajar lebih sabar menghadapi putri saya yang ekstra aktif dan berkemauan kuat 🙂
Saya juga mendorong diri saya untuk lebih aktif mencari informasi dan platform yang bisa membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak saya. Untuk lebih teliti memilah asupan gizi untuk anak saya. Untuk lebih proaktif menyertainnya dalam berbagai kegiatan yang positif untuk pertumbuhan fisik dan karakternya. Semakin saya sadar saya melakukan upaya yang terbaik, semakin berkuranglah rasa bersalah saya.
- Memilih lingkungan yang mendukung
Saya tahu saya tidak mungkin berhasil mengatasi rasa bersalah saya jika dikelilingi oleh orang- orang beraura negatif atau justru sibuk menggunakan kekurangan saya untuk menghighlight kelebihan mereka. Saya bersyukur menemukan platform seperti haloibu.id yang berkomitmen mendukung semua ibu yang tengah bergulat dengan perjuangannya masing- masing untuk menjadi ibu yang baik dan bahagia. Saya tahu pada kondisi ini, saya tidak perlu diceramahi oleh orang- orang yang tidak sepenuhnya mengerti kondisi saya. Saya hanya ingin dimengerti dan didukung.
Pada akhirnya, untuk bisa berfungsi dengan baik sebagai ibu dan sebagai makhluk sosial, kita harus terlebih dulu mampu berfungsi optimal sebagai individu. Hal ini hanya bisa terjadi jika kita sehat secara jasmani dan rohani.
Terus-terusan menyalahkan diri sendiri hanya akan membuat kita lemah dan menderita. We have to face our own demon before we face the world.
Jadi, #ibuberdaya yang saya sayangi, please be kind to yourself. Surround yourself with positivity and love yourself, as much as you can.
Thank you
Muti