“Saya menikah bulan Agustus 2015 dan beberapa bulan kemudian saya hamil. Kehamilan pertama saya di bulan Desember 2015 hanya bertahan selama 10 minggu hingga akhirnya dinyatakan keguguran bahkan setelah menjalani rawat inap selama seminggu di rumah sakit. Setahun kemudian, Desember 2016 saya hamil lagi. Kehamilan saya yang kedua ini bertahan hingga 12 minggu. Semua baik-baik saja, tidak ada yang dirasa lain, sampai waktunya jadwal Kontrol ke dokter kandungan dan ternyata denyut jantung janin saya sudah tidak ada. 2 minggu kemudian barulah saya merasakan sakitnya kontraksi hingga induksi untuk mengeluarkan janin saya. Pengalaman kedua ini sungguh membekas buat saya. Tapi saya tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan.
Akhirnya 6 bulan kemudian saya kembali dinyatakan positif hamil. Tapi ternyata di usia kehamilan 8 minggu saya kembali mengalami keguguran. Saat itu baru saya mengetahui bahwa saya positif menderita pengentalan darah.
Jadi total sudah 3 kali saya mengalami keguguran,” Dinda bercerita kepadaku.
Saat pertama kali mengalami keguguran Dinda shok karena ini pengalaman pertamanya. Tapi dokter menjelaskan bahwa semua wanita hamil memiliki resiko untuk keguguran, dan tidak perlu berkecil hati karena tetap ada peluang untuk hamil lagi. Saat itu Dinda merasa sedikit lega.
Setelah keguguran yang pertama, Dinda memutuskan untuk resign dari pekerjaan dengan harapan dapat menjaga kondisi tubuh agar tidak terlalu lelah. Selain itu dia dan suami berusaha untuk hidup sehat serta mengonsumsi multivitamin untuk persiapan kehamilan yang kedua agar hamil dengan sehat tanpa masalah. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain, Dinda kembali keguguran di kehamilannya yang kedua.
Pada keguguran yang kedua ini Dinda merasa lebih terpukul dibandingkan pengalaman yang pertama. Merasa bertanya-tanya akan semua yang terjadi di hidupnya, kenapa Ia harus mengalami ini. Mempertanyakan apa sebenarnya rencana Tuhan untuknya. Hingga akhirnya Dinda kembali hamil dan mengalami keguguran lagi di kehamilannya yang ketiga.
Tiga kali berturut-turut mengalami keguguran membuat Dinda depresi dan trauma untuk hamil. Bahkan untuk memeriksakan diri ke dokter kandungan saja Dinda merasa cemas dan khawatir. Tidak cukup hanya depresi karena keguguran, Dinda juga harus menghadapi tekanan dari lingkungan sekitar bahkan lingkungan terdekat yang menghakimi seolah semua yang terjadi adalah kesalahan dan kelalaiannya.
“Saat mengikuti lingkaran ibu self love class kemarin, saya minder banget, saya malu karena belum jadi Ibu. Tapi lalu Mba Ashtra mengatakan bahwa saya juga seorang Ibu. Saat itu saya menangis terharu.
Sekarang saya sudah belajar menerima yang terjadi di hidup saya. Karena dalam agama saya juga selalu diajarkan untuk ikhlas dan berserah akan takdir dari Tuhan kepada kita. Kadang masih suka kepikiran dan keingetan lagi, tapi tidak berlarut-larut’, jelass Dinda .
Ibu, keguguran adalah risiko yang dapat kita alami dalam kehamilan. The loss of a child in pregnancy is a terrible tragedy which can never un-happen. Your life was altered the moment conception took place; you are a Mom, and it’s heartbreaking that you haven’t have your child on your arm. Yes, but remember this you had your baby in your belly the whole time. You grow human, your become a mother at that very moment.
Yet good can still be wrought, even of this pain, whether it’s sharing your story so that understanding and compassion can be spread, or being able to offer a shred of comfort and hope to a woman suddenly faced with the loss of her unborn child and all that entails.
If you’re going through a miscarriage, tell someone. Talk about it. Mourn it. It’s not your fault.
You may not know it yet, this event, strong event, that will make you #ibuberdaya.
Love
Sita