Ilustrasi : @perempuangimbal
Tulisan oleh : Iput @iburakarayi
Beberapa waktu lalu saya pernah cerita di sebuah postingan sosial media ketika Rayi tidak sengaja menabrak Raka saat sedang bermain bersama dan tangannya mengenai mata Raka hingga Raka kesakitan. Agak lama Raka mengeluhkan matanya yang sakit sementara Rayi masih lari-lari cuek. Ketika itu saya hanya cek matanya Raka lalu memeluknya. Di keluarga kami, kami punya prinsip kalau pelukan insyaAllah bisa menyembuhkan segala sesuatu, karena dengan pelukan perasaan jadi tenang dan ketenangan itu kunci untuk menyembuhkan luka, at least mengurangi rasa sakitnya. Ternyata Rayi mengintip dari jauh ketika ibu memeluk Raka dan Rayi pun inisiatif meminta maaf karena sudah membuat Raka kesakitan. Mungkin karena melihat saya memeluk Raka dan tidak memarahinya, Rayi jadi tersentuh untuk meminta maaf. Mungkin karena Raka sudah tenang setelah saya peluk, jadilah ia dengan mudah mau memaafkan Rayi. Setelah itu yang membuat kaget, Raka bilang ke saya “Bu, ternyata kalau kita maafin orang yang bikin kita sakit, sakitnya jadi cepet sembuh ya..” dan ibunya pun sukses terharu anaknya yang masih usia 6 tahun bisa menunjukkan ketulusan dan mengambil hikmah dari kemampuannya untuk memaafkan.
Setelah menuliskan kembali cerita itu, saya jadi berpikir betapa mudahnya kebaikan menular. Betapa satu ketenangan bisa membawa kedamaian dan kasih sayang untuk semua. Sebenarnya konsep kasih sayang dan ketulusan masih abstrak untuk dipahami oleh anak usia dini, tapi mereka sudah bisa merasakan kasih sayang, merasa senang ketika disayang dan ada kepuasan ketika berhasil untuk berbagi. Kenapa harus disebut ‘berhasil berbagi’, karena sesungguhnya pada anak usia batita konsep kepemilikan lah yang masih berkembang, makanya sering kita lihat anak usia itu berebut atau tidak memperbolehkan mainannya dibagi. Saat usia 4 tahun barulah pemahamannya akan konsep berbagi mulai terbentuk. Lalu jika mereka belum paham apakah kita biarkan dan tunggu saja sampai mereka paham? Tentu tidak ya.. Justru sejak kecil bahkan sejak anak masih diperut, orang tua sudah bisa menanamkan kasih sayang pada diri anak dengan cara memastikan anak mendapatkan kasih sayang yang cukup dan contoh yang baik dari orang di sekitar, terutama dan paling utama adalah orang tua.
Kenalkan dan biasakan anak untuk mengucap 3 kata ajaib
Biasakan anak untuk mengucapkan ‘tolong’ ketika meminta bantuan, ‘terima kasih’ saat mendapatkan sesuatu, dan ‘maaf’ saat melakukan kesalahan. Tiga kata ini disebut kata ajaib karena memiliki banyak dampak positif tidak hanya untuk yang mendengar tapi juga bagi yang mengucapkan. Ketika mengucapkan 3 kata ajaib ini, ada ego dalam diri yang ditekan dan penghargaan akan orang lain. Maka hanya dengan membiasakan anak mengucapkan 3 kata ajaib ini dengan intonasi yang baik pula, kita secara tidak langsung membiasakan anak untuk melatihnya mengontrol perasaan dan menghargai orang lain.
Tidak hanya terhadap sesama, tapi biasakan pula anak berdoa untuk meminta sesuatu dan bersyukur kepada Tuhan. Tanamkan pada anak bahwa semua yang ia miliki adalah pemberian Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Penuhi kebutuhan anak akan kasih sayang
Penuhi kebutuhannya akan kasih sayang sejak masih di dalam kandungan. Anak yang kebutuhannya akan kasih sayang tercukupi tentu tidak akan ragu untuk membagi dan menebarkan kasih sayang pula untuk orang di sekitarnya. Ibaratnya bila kita merasa kebutuhan makan kita terjamin setiap harinya, tentu kita juga tidak akan ragu untuk berbagi makanan kepada orang di sekitar yang membutuhkan bukan?
Saat anak marah atau sedih, coba berempati dengan perasaannya. Sampaikan kalau kita mengerti apa yang ia rasakan. Empati, sentuhan, dan pelukan adalah obat mujarab untuk memberi ketenangan dan mengisi kembali hatinya dengan kasih sayang.
Terapkan aturan yang konsisten
Hujan kasih sayang pada anak di satu sisi dapat membuat anak mengembangkan kelekatan yang aman dengan orang tua, membuatnya merasa aman dimanapun ia berada karena ia yakin memiliki kasih sayang orang tua yang akan selalu menguatkan dan mendukung di setiap waktu. Tapi bila berlebihan dan tidak diimbangi penerapan aturan yang tegas dan konsisten, bisa-bisa yang timbul bukan kelekatan melainkan ketergantungan dan ketidakpedulian pada sekitar karena ia merasa dunia hanya berpusat pada dirinya.
Terapkan aturan-aturan yang dapat membentuk karakter baik pada anak dengan cara yang baik pula. Tegas tidak harus selalu dengan marah atau intonasi bicara yang menakutkan. Kunci ketegasan ada pada konsistensi dan penerapan konsekuensi dari sebuah aturan. Dengan memiliki batasan aturan yang jelas dan konsisten, maka kemampuan anak untuk mengontrol diri dan emosinya pun akan terlatih dengan baik. Akan muncul kesadaran bahwa ada konsekuensi terhadap diri dan lingkungan dari segala sesuatu yang ia lakukan.
Ajak anak merasakan langsung
Ajak anak untuk memilih pakaian dan mainan yang sudah tidak terpakai tapi kondisinya masih baik untuk disumbangkan kepada anak-anak lain yang tidak seberuntung dirinya, misalnya anak-anak di panti asuhan. Ketika memilah mana barang dan pakaian yang bisa diberikan, tentu akan terjadi konflik batin dan perasaan sayang untuk memberikan, di situlah fungsi pendampingan orang tua untuk menunjukkan empati dan mengajak diskusi, membantu memberikan pertimbangan-pertimbangan. Ketika anak berhasil memutuskan untuk memberi, kepedulian dan keikhlasannya akan terlatih. Oleh karena itu sebisa mungkin lakukan kegiatan ini secara berkala. Orang tua dapat mengajak anak untuk datang sendiri memberikan sumbangan kepada orang yang membutuhkan agar ia dapat langsung melihat dampak dari kebaikan yang ia lakukan. Setelah itu coba diskusikan dengan anak bagaimana perasaannya dan boleh memberikan pujian kepada anak seperti menyampaikan kebanggaan orang tua memiliki anak yang baik hatinya.
Beri contoh
“Childen are great imitatiors. So give them something great to imitate.” Anak adalah peniru ulung, oleh karena itu hendaknya orang tua sebagai orang terdekat mampu memberikan contoh yang baik untuk ditiru oleh anaknya, termasuk memberikan contoh kepada anak untuk berbaik hati kepada sesama, berperilaku sopan, dan berkata santun. Perlakukan anak dengan sopan dan berkatalah yang santun. Jangan lupa mengucapkan kata ‘tolong’ ketika meminta tolong, ‘terima kasih’ setelah diberi sesuatu, dan ‘maaf’ wajib diucapkan bila kita memang bersalah (bukan saat memberi konsekuensi dari aturan yang sudah menjadi kesepakatan bersama). Tunjukkan pada anak caranya berbagi dan menghargai orang lain. Sama-sama belajar mengatur nafas ketika sedang emosi. Bacakan buku-buku yang punya pesan untuk berbuat baik dan diskusikan dengan anak.
~~~~~
Memang bukan perkara mudah mengajarkan sesuatu yang abstrak pada anak-anak, apalagi menumbuhkan kasih sayang dan ketulusan hati. Tapi sesungguhnya setiap anak terlahir dengan hati yang baik dan tulus, tugas orang tua adalah untuk menjaga dan terus menumbuhkan kebaikan dalam hatinya. Yuk kita sama-sama bergandengan tangan, berusaha sadar penuh atas semua yang kita lakukan dan ucapkan kepada siapapun. Karena kesadaran diri adalah kunci untuk membersamai anak tumbuh menjadi manusia yang baik. Semoga kita selalu dimampukan untuk menanamkan benih cinta dan kasih dalam diri anak-anak kita, ya.. Agar kelak mereka menjadi manusia tangguh berhati tulus yang mampu membawa kedamaian dimanapun mereka berada. Amin.