Tak ada pendidikan formal untuk belajar menjadi ibu. Siap atau tidak, perempuan harus berjuang sendiri mencari tahu apa saja yang perlu dilakukannya ketika menjadi ibu.
Berbeda dengan sekolah, belajar menjadi ibu tidak ada guru yang membimbing, tidak juga terdapat kurikulum yang mengarahkan bagaimana seorang ibu melakukan peran dan tanggung jawabnya.
“Ga ada yang pernah bilang jadi ibu itu sesusah ini, makanya saya merasa gagal, saat itu,” ungkap Karina Limongan dari komunitas HaloIbu.
Karina adalah salah satu dari banyaknya perempuan yang belajar secara mandiri untuk menjadi seorang ibu. Ia tak pernah menyangka dirinya akan kewalahan menghadapi hari-hari sebagai seorang ibu.
Sebagai perempuan yang mandiri dan terbiasa melakukan berbagai hal sendiri, Karina awalnya sangat yakin bahwa ia akan menjadi ibu yang hebat.
“Tapi kenyataannya ga begitu, dan aku berasa kayak gagal jadi ibu,” katanya.
Clueless. Itulah yang dirasakannya saat melahirkan anak pertamanya. Banyak hal yang ia pelajari dan lakukan bersama suami tanpa bantuan orang lain.
Karina dan adalah perantau yang tinggal jauh dari keluarga besar. Ia dan suaminya kini tinggal di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Kalau ada sekolah menjadi ibu, mungkin waktu belajar yang dibutuhkan sampai bertahun-tahun, mengingat begitu banyaknya peran dan tanggung jawab seorang ibu.
Memang, selalu ada orang yang dengan sukarelanya mengajarkan bagaimana menjalani peran seorang ibu, tetapi mereka tidak mengajarkan semuanya. Ada beberapa bagian tersulit menjadi ibu yang ditemukan HaloIbu dari berbagai sumber, yaitu:
1. Selalu Merasa Bersalah
Mom’s guilt is real. Tidak hanya terus-terusan disalahkan dan ditekan untuk jadi ibu yang sempurna oleh lingkungan, perasaan bersalah itu juga tak jarang muncul dari diri sendiri.
Karena baru menjadi ibu, perempuan berkali-kali mempertanyakan apakah yang dilakukannya sudah benar atau justru salah. Tak jarang perempuan menyalahkan dirinya sendiri ketika membandingkan kehidupan ibu lainnya.
2. Putus Asa
Tak banyak yang bercerita bahwa menjadi ibu itu penuh perjuangan dan terkadang membuat putus asa. Rutinitas perempuan setelah menjadi ibu berubah drastis. Yang ditemuinya setiap hari hanyalah sosok makhluk kecil penghisap ASI (Air Susu Ibu).
Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mengurus bayi dan menyusui, bahkan untuk istirahat pun rasanya sulit.
Memangnya, siapa yang tak putus asa kalau setiap harinya hanya menghadapi rutinitas yang itu-itu saja? Duh, kalau aja waktu bisa lebih dari 24 jam sehari.
3. Selalu Memprioritaskan Anak dan Keluarga
Setelah menjadi ibu, bukan hanya rutinitas yang berubah, tetapi juga prioritas. Yang tadinya perempuan selalu bisa memprioritaskan waktu untuk diri sendiri, kini harus digeser dengan prioritas anak.
Meski berat, entah kenapa selalu ada saja perasaan tulus saat memprioritaskan waktu untuk buah hati kesayangan itu ya, bu.
4. Beratnya Menghadapi Mom Shaming
Perempuan yang baru menjadi ibu selalu dihujani kritik dari orang lain. Orang-orang yang sudah lebih dulu menjadi ibu tak jarang menghakimi bagaimana cara seorang ibu baru mengurus bayinya.
Ketika tidak diminta pun, ada saja orang yang mengkritik sambil menghakimi. Padahal, setiap ibu punya caranya sendiri untuk mencintai anak dan keluarganya.
Lagipula, di dunia ini tidak ada manusia sempurna, kan? Bukan kah yang dibutuhkan setiap anak hanya ibu yang mencintainya dengan tulus?
5. Tanggung Jawab Ibu Bukan Hanya Menyusui dan Mengasuh Saja
Orang-orang hanya mengingatkan bagaimana cara menyusui dan mengasuh anak, padahal tugas dan tanggung jawab ibu lebih dari itu. Ada kalanya semua tanggung jawab itu datang bersamaan, seperti yang dialami Dini Mutia, seorang ibu dari komunitas HaloIbu.
Di kala sedang mengalami depresi pasca persalinan, Dini juga harus memikirkan ASI-nya yang sulit keluar dan anaknya yang didiagnosa epilepsi. Dalam kondisi sulit seperti itu, ia tak hanya berjuang untuk kesehatan mentalnya, tetapi juga untuk anaknya.
“Aku sering menangis diam-diam. Aku cuma tidur dua jam, kalau beruntung empat jam karena aku full pumping. Anaku tiba-tiba putus menyusui langsung dari payudara di usia dua bulan,” ujarnya kepada HaloIbu.
Menjadi ibu artinya bertanggung jawab seumur hidup. Tanggung jawab atas kebahagiaan anak, kasih sayang, pendidikan, dan masih banyak lagi.
Berdoa dan Dukungan Suami Jadi Penguat Ibu
Meski merasa tak berdaya dan sempat menganggap dirinya gagal menjadi seorang Ibu, Karina tak pernah menyerah. Ia terus berjuang melakukan yang terbaik demi menjadi ibu yang baik untuk anak dan keluarganya.
Selain memperkaya diri dengan informasi, Karina yang kini memiliki dua orang anak mengatakan bahwa dukungan suami menjadi penguatnya. Perlahan, ia juga mulai menerima keadaan dan tak lagi menyalahkan diri sendiri.
“Perlahan saya mulai menerima. Belajar menerima ini yang memang sangat penting buat saya, menerima kondisi saya,” ungkapnya.
Berbeda dengan Karina, Dini tak pernah putus berdoa untuk menguatkan dirinya menghadapi hari-hari sulit menjadi seorang ibu. Di masa sulitnya, ia merasa tak mendapat dukungan dari suami dan ibunya sendiri.
Doa Dini perlahan mulai terjawab. Suaminya telah meminta maaf dan kini selalu mendampinginya dalam setiap perjalanan motherhood yang dilaluinya.
“Karena yang bisa aku curhatin, ya cuma Allah. Aku tahajud, minta doa ke anak-anak yatim. Ikut komunitas epilepsi yang akhirnya menguatkan,” kata Dini.
Dalam setiap perjuangan menjadi ibu, kami yakin banyak hal yang baru kamu ketahui dan tak jarang membuatmu ingin menyerah. Semua keluh-kesah yang kamu rasakan, bukan berarti kamu tak mencintai anakmu.
Kami yakin, kamu hanya butuh waktu untuk beradaptasi dan kamu akan terus mencintai anakmu. Terima kasih ibu, sudah berjuang sejauh ini.
Referensi: