Bukan anak kecil lagi, tetapi bukan juga remaja, apalagi dewasa. Ya, seperti itulah fase pre teenager atau praremaja. Setiap anak pasti menghadapi fase ini sebelum mereka seutuhnya menjadi remaja. Tepatnya, saat mereka berusia 9-12 tahun.
Setidaknya ada lima pertanda yang menunjukan bahwa anakmu masuk ke fase pre teenager. Yaitu, menunjukan kemandirian dan mulai tertutup, memperlihatkan identitas diri, misalnya senang dijuluki Kpopers atau si penyuka warna pink.
Tiga tanda lainnya yaitu, beradu argumen, berani mengkritik sesuatu, dan serius menjalani hobinya.
Banyak orang tua yang mengeluh karena anaknya berubah menjadi sosok yang tempramen, mudah tersulut emosi, mood swing, dan berani adu argumen meski dengan ibunya sendiri. Padahal, hal tersebut sebetulnya wajar karena kondisi psikis pre teenager mulai berkembang.
Yang Perlu Dilakukan dalam Mendampingi Pre Teenager
Tidak semua orang tua menyadari kehadiran fase pre teenager sehingga memperlakukan buah hati sama seperti masih anak-anak. Pre teenager dan anak-anak tentu berbeda sehingga perlakukannya pun harus dibedakan.
Pre teenager juga perlu didampingi agar mereka tidak tumbuh menjadi pribadi yang buruk. Berikut tips mendampinginya:
1. Meski Usianya Tak Seberapa, Biarkan Ia Belajar Mandiri
Saat di fase pre-teen, anak ingin melakukan berbagai hal tanpa bantuan orang tua. Ibu dan ayah perlu percaya bahwa anak mampu melakukannya, meski hal itu cukup menantang untuk dilakukan.
Jangan lupa apresiasi dirinya tak hanya saat berhasil melewati tantangan yang ia hadapi, tapi juga saat ia mengalami kesulitan.
2. Jangan Menghakimi dan Mengintrogasi
Bu, di fase ini penting sekali untuknya memiliki batasan diri yang sehat dan juga konsistensi. Ia akan merasa tidak nyaman dan mengemukakan pendapatnya jika kamu melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah kalian buat.
We are human being, we definitely make mistakes. Meski begitu, kamu bisa ajak dia quality time, bicara heart to heart. Diskusikan kebutuhanmu, dan juga kebutuhannya. Kemudian cari jalan tengahnya.
3. Validasi Perasaannya
Emosi pre teenager masih di fase labil dan mudah tersulut emosi. Di fase ini kita memang perlu ekstra sabar karena Ia sendiri pun masih belajar mengenali cara mengontrol dan memahami emosinya sendiri. Kirim semangat buatmu Bu, jangan lupa beri jeda untuk dirimu ya, sehingga kamu bisa lebih jernih mendampingi dan memvalidasi perasaan anakmu.
4. Berikan Edukasi Seksual yang Tepat
Selain mendukung dan memahami perasaannya, fase pre teenager juga perlu mendapatkan informasi yang cukup mengenai seks. Beritahu Ia tentang pentingnya menjaga, merawat, serta menyayangi seluruh anggota tubuh.
Jika kamu bingung bagaimana caranya, kamu bisa bicarakan ini dengan Psikolog Keluarga atau menonton materi edukasi seks yang sesuai dengan umur anak.
5. Luangkan Waktu Khusus Untuknya
Pre teenager memang cenderung tertutup dan sulit bercerita. Namun, bukan berarti Ia berusaha menjauh dari Ibu dan Ayah.
Di fase inilah kita perlu meluangkan waktu bersamanya agar Ia merasa nyaman dan bisa melihat ibunya sebagai sahabat. Memang butuh proses, tapi saat Ia sudah nyaman, Ia tidak akan canggung lagi menceritakan apapun denganmu.
Hal ini penting mengingat pre teenager cenderung menutup diri dan menjauh dari orang tuanya. Namun, saat Ia merasa nyaman dan tahu bahwa ada sosok yang selalu mendukungnya, Ia tidak akan canggung lagi menceritakan apapun denganmu.
Referensi: