Beberapa waktu lalu, beredar satu video di media sosial dari seorang perempuan dengan inisial AF. Dirinya merekam dan menyebarkan video tersebut karena dirinya diduga menjadi korban pelecehan seksual di salah satu trayek angkutan kota (angkot) di Jakarta Selatan.
Setelah kejadian yang dialaminya, AF membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan. Menanggapi kejadian yang viral itu, DInas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta pun memberikan respon yang tidak biasa. Mereka berencana untuk memisahkan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan di dalam angkot.
Wacana tersebut tentu membawa pro dan kontra, mulai dari pengurus angkutan umum, hingga pengguna. Meski memberikan solusi lain untuk mengatasi hal tersebut, seperti menghilangkan penggunaan kaca film pada angkot dan pemasangan CCTV, hal tersebut dinilai tidak terlalu efektif.
Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) dan Komnas Perempuan pun angkat bicara tentang kebijakan ini. Menurut Komnas Perempuan, pemisahan jenis kelamin di angkutan umum akan menimbulkan permasalahan lainnya. Dibanding dengan angkutan umum lainnya, daya tampung angkot lebih kecil, sehingga pemisahan jenis kelamin akan membuat waktu tunggu yang lebih lama dan tidak dapat dipastikan. Selain itu, risiko kerugian yang ditanggung pengemudi juga perlu diperhatikan karena mungkin akan ada pengurangan jumlah penumpang.
Komnas Perempuan juga memberikan beberapa solusi yang dianggap dapat membantu dalam mengatasi kejadian pelecehan seksual di transportasi publik. Pertama, semua pihak harus membangun kesadaran masyarakat tentang penyebab kekerasan seksual. Hal ini bisa dimulai dari pendidikan, yang menegaskan perilaku dan pola pikir untuk menghormati integritas tubuh dan hak orang lain.
Kedua, mengadakan kebijakan dan infrastruktur yang aman bagi semua orang. Ini bisa dimulai dengan mengadakan pelatihan dan memperkuat perspektif petugas tentang pelecehan seksual dan korban dan melakukan pengawasan. Ketiga, penyedia layanan angkutan umum harus mampu mengadopsi unsur-unsur pencegahan, perlindungan, pengawasan, dan pemulihan, yang telah diatur dalam UU Tidak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam lingkungan angkutan umum.
Menghadapi Pelaku Pelecehan Seksual
Berkendara sendiri di kota-kota besar rasanya memang melelahkan, sehingga salah satu cara mengatasinya adalah dengan menaiki angkutan umum. Angkutan umum punya berbagai hal positif, karena sistemnya sudah terintegrasi, penumpang tidak perlu terlalu lelah menyetir, dan umumnya saat ini sudah memiliki fasilitas umum yang cukup baik.
Namun, sayangnya, angkutan umum tetap menjadi salah satu tempat yang rawan untuk terjadinya pelecehan seksual. Berdasarkan data dari Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) pada tahun 2019 akhir, angkutan umum merupakan lokasi kedua tertinggi sebagai tempat terjadinya pelecehan seksual di Indonesia, setelah jalan umum.
Dari 46,8% responden yang pernah dilecehkan, bus menempati urutan pertama, di mana responden pernah mengalami pelecehan sebanyak 35,8% di bus. Urutan kedua angkutan umum yang banyak terjadi pelecehan adalah angkot sebanyak 29,49%, KRL Commuterline sebanyak 18,14%, dan ojek daring 4,79%. Pada survei tersebut, juga diketahui bahwa tiga dari lima perempuan, dan satu dari 10 laki-laki pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik.
Bentuk pelecehan yang diterima para responden beragam, seperti siulan, komentar atas tubuh, komentar seksual yang gamblang, main mata, difoto diam-diam, diintip, gestur vulgar, dipertontonkan masturbasi publik, dihadang, didekati secara agresif, dikuntit, disentuh, diraba, dll.
Di tahun 2022, sayangnya, data pelecehan seksual di angkutan dan fasilitas umum di Jakarta justru meningkat. Sampai bulan Januari 2022, sudah ada 797 laporan pelecehan seksual yang masuk ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Meski secara data memang mengerikan, hal ini jangan membuat Ibu dan Perempuan takut untuk menggunakan angkutan umum. Yang penting, kita harus selalu waspada. Namun, bagaimana jika kita sampai ada di situasi menjadi korban ataupun melihat kejadian pelecehan seksual? Apa yang harus dilakukan?
- Beritahukan keluarga/teman saat akan menggunakan angkutan umum.
Hal ini merupakan tindakan preventif jika terjadi sesuatu. Kamu bisa memberitahukan pada keluarga/teman/orang yang kamu percaya mengenai jenis angkutan yang dipakai, tempat keberangkatan, tempat tujuan, jam keberangkatan, perkiraan jam sampai. Jika memungkinkan dan diperlukan, kamu bisa memberikan live location untuk pemantauan.
- Menghalangi bagian tubuh sensitif.
Ketika kondisi sedang ramai dan padat, banyak pelaku pelecehan yang memanfaatkan kondisi ini. Lagi-lagi sebagai bentuk pencegahan, kamu bisa menghalangi bagian-bagian tubuh sensitif, misalnya dada, paha, atau bokong dengan tas, buku, atau benda lain.
- Jangan takut untuk mengambil tindakan.
Umumnya, ketika terjadi pelecehan seksual, ada relasi kuasa antara pelaku dan korban. Korban dianggap sebagai pihak yang lemah dan tidak akan memberikan pertahanan. Ketika kamu menjadi korban atau melihat kejadian pelecehan seksual, pertama-tama, pastikan tenang, sehingga bisa mengambil keputusan untuk tindakan selanjutnya.
Kedua, kamu bisa menegur pelaku. Salah satu tujuannya adalah agar orang di sekitar juga mengetahui kejadian tersebut. Jika kondisinya tidak memungkinkan, kamu bisa berpura-pura untuk kenal dengan korban dan menariknya menjauh dari lokasi. Biasanya, pelaku akan terdistraksi dan tidak melanjutkan aksinya.
Bila kondisi yang terjadi sudah mencurigakan, jangan ragu untuk mengeluarkan gawai dan merekam kejadian tersebut. Hal ini bisa digunakan sebagai bukti ketika melakukan pelaporan. Namun, perlu diingat, semua hal ini juga perlu dipastikan ke korban (jika kamu bukan korbannya), apakah korban merasa nyaman dan apa yang diinginkan oleh korban.
- Melaporkan kejadian pada petugas.
Saat atau setelah kejadian, jangan ragu untuk melaporkan kejadian dan berikan bukti yang ada kepada petugas di angkutan tersebut ataupun di tempat tujuan. Banyaknya orang yang menggunakan angkutan umum, membuat petugas tidak bisa hanya fokus di satu tempat saja.
Selain melakukan hal-hal di atas, yang harus selalu diingat dan dilakukan oleh semua pengguna angkutan umum, baik perempuan dan laki-laki adalah selalu waspada. Meski sedang asik mendengar musik, membaca buku, ataupun bermain gawai, kita harus selalu awas dengan keadaan sekitar.
Intinya, jangan panik dan takut ketika kita berada di situasi tersebut. Usahakan agar diri tetap tenang, sehingga bisa tetap melakukan perlawanan. Namun, setelah mengalami kejadian tersebut, ada baiknya untuk segera berkonsultasi dengan profesional psikolog terkait trauma akan kejadian tersebut.
Referensi:
Originally tweeted by Komnas Perempuan (@KomnasPerempuan) on July 14, 2022.
https://www.merdeka.com/jakarta/pelecehan-seksual-di-transportasi-umum-jakarta-meningkat.html.