Di Indonesia, pendidikan seks bagi anak-anak dan remaja masih menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan. Padahal, kurangnya pendidikan seks yang didapat oleh anak-anak dan remaja dapat meningkatkan potensi kekerasan seksual di kemudian hari.
Pendidikan seks menjadi penting agar anak-anak dan remaja dapat memiliki pengetahuan yang benar dan tahu bagaimana merawat organ reproduksi yang dimilikinya. Pertanyaannya, bagaimana suatu pendidikan yang begitu penting disampaikan kepada anak-anak dan remaja, di mana pada usia tersebut, rasa ingin tahu sangat tinggi.
Pendidikan seks sendiri merupakan satu usaha untuk meningkatkan kesadaran dan informasi mengenai isu seks untuk anak-anak dan remaja, sehingga mereka memahami persoalaan terkait seks, naluri, dan pernikahan. Diharapkan, ketika mereka bertumbuh dewasa, dapat mengetahui hal-hal yang baik dan tidak terkait hal-hal tersebut. Pendidikan ini juga untuk mempersiapkan mereka agar siap dengan berbagai kemungkinkan.
Seperti yang Ibu tahu, seks merupakan hal yang penting untuk dipelajari, tapi bisa jadi pedang bermata dua jika tidak disampaikan dengan benar. Maka dari itu, tahapan pemberian pendidikan seks untuk anak-anak dan remaja perlu dilakukan bertahap dan berhati-hati, sesuai dengan usianya. Bagaimana pendidikan seks untuk anak-anak dan remaja yang disarankan?
Usia 0–5 tahun
Pada usia ini, anak masih mengetahui fungsi dan menyadari adanya perbedaan alat kelamin perempuan dan laki-laki. Pendidikan seks awal yang bisa diterima oleh anak usia ini adalah membuat mereka merasa nyaman dengan tubuhnya sendiri. Hal ini bisa distimulus dengan memberikan pelukan dan sentuhan.
Dalam usia ini, anak juga perlu diberitahukan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan di ruang publik. Pemberitahuan ini juga termasuk bagian-bagian tubuh yang boleh disentuh oleh orang lain dan mana yang tidak boleh. Ini bisa dimulai sejak bayi. Ketika masih bayi, orang tua bisa memulai pendidikan seks dengan cara meminta izin ketika akan memegang tubuh anak.
Rasa ingin tahu anak-anak usia ini sangat tinggi, sehingga biasanya mereka akan menanyakan semua hal. Termasuk soal bagaimana mereka dapat hadir di dunia. Orang tua tidak boleh berbohong terkait hal ini, seperti mengatakan bahwa anak-anak jatuh dari langit. Hal ini berlaku juga untuk menyebut nama-nama bagian tubuh. Berikan nama yang benar ya, Bu.
Usia 6–9 tahun
Pada usia-usia ini, orang tua sudah dapat memberitahukan berbagai persoalan yang akan dihadapi. Anak-anak juga baik diajarkan untuk menghargai orang-orang yang memiliki jenis kelamin dan gender berbeda.
Perlu disadari, anak-anak akan mulai memasuki masa pubertas, di mana mereka akan mengalami perubahan secara fisik dan psikologis. Pastikan diri mereka siap untuk menghadapi perubahan ini dan yakinkan juga bahwa perubahan yang mereka alami merupakan hal yang alami.
Di usia ini, anak-anak juga biasanya sudah terpapar konten digital di internet. Sulit dihindari, konten pornografi bisa dengan mudah ditemui di internet. Di era digital ini, orang tua juga perlu mengajarkan apa saja yang tidak boleh dibagikan ke internet, serta apa saja yang tidak boleh dikonsumsi oleh anak seumur mereka di internet.
Usia 10–12 tahun
Memasuki usia pubertas, ingatkan kembali kepada anak-anak kita bagaimana mengekspresikan kasih sayang dan perhatian tanpa seks. Di usia ini juga, kita bisa mulai menjelaskan mengenai hubungan romantis dan perasaan-perasaan yang akan muncul bersamanya.
Di usia ini, juga menjadi saat yang tepat bagi orang tua untuk membicarakan cara merawat tubuh sendiri dengan baik, termasuk cara merawat organ reproduksi dan masalah-masalah yang akan muncul. Akan sangat baik, jika mereka juga tahu bagaimana mengatasi masalah-masalah yang terjadi tersebut.
Usia 13–15 tahun
Pada usia ini, beritahukan kepada anak nilai-nilai apa saja yang dianut dalam keluarga, baik secara agama, moral, dll. Ajak mereka berdiskusi, karena pada usia ini anak akan banyak bertanya dan mungkin menyanggah jika ada hal yang tidak sesuai dengan pendapat mereka.
Mulai dari usia-usia ini, obrolan akan semakin intens dan eksplisit. Sebuah penelitian mengatakan bahwa remaja justru dapat mengambil pilihan dan memutuskan sesuatu dengan bijak, terutama ketika mengetahui risiko. Ini juga berlaku untuk pendidikan seks lanjutan bagi remaja, yaitu mengetahui berbagai risiko tentang hubungan romantis, termasuk juga hubungan seksual. Ajarkan mereka untuk berkata “tidak” terhadap hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh anak-anak seusia mereka.
Tentunya orang tua harus memberi tahu secara berhati-hati, karena anak-anak usia ini masuk pada tahap ingin mencari tahu karena penasaran. Usahakan orang tua juga bisa menjadi pendengar yang baik, agar edukasi seks di usia ini bisa berjalan dua arah. Jangan memberi penghakiman ketika anak bercerita tentang percintaan, dan lainnya.
Usia 16–18 tahun
Saat ini, anak sudah memasuki usia dewasa awal. Orang tua harus mendorong anak-anak mereka untuk membuat keputusan sendiri terhadap berbagai hal yang akan dihadapinya. Dorong mereka untuk mencari informasi lebih banyak tentang pendidikan seks. Jadilah teman bagi anak, agar mereka tidak kebingungan ketika ingin mencari tahu hal-hal baru.
Pendidikan seks juga bisa didapatkan dari sekolah, tapi perlu diingat bahwa keluarga adalah “sekolah pertama” yang dialami oleh anak-anak. Semakin dini pendidikan seks didapat, tentunya anak akan semakin familiar dengan pendidikan tersebut, tanpa harus menunggu dirinya masuk ke sekolah formal terlebih dulu.
Orang tua sebaiknya memberikan pemahaman yang inklusif dan berbasis ilmiah. Inklusif berarti tidak mendiskriminasi kelompok tertentu dalam pendidikan seks yang diberikan. Dengan begitu, secara tidak langsung kita mengajarkan anak kita untuk memiliki sikap toleransi yang tinggi.
Pendidikan seks yang diberikan sejak dini hingga remaja memiliki berbagai keuntungan. Mereka menjadi mengetahui biologis tubuhnya, mulai dari pubertas hingga kehamilan, mencegah mereka untuk melakukan kekerasan, mengurangi rasa bersalah, malu, dan kekhawatiran terhadap tubuh dan hal-hal terkait seksualitas mereka, mencegah hubungan tubuh di saat yang belum tepat dan mencegah kehamilan bawah umur, mengurangi risiko penyakit menular seksual, serta tentunya membantu anak-anak untuk mengetahui kesetaraan gender di masyarakat.
Dengan menyediakan ruang aman bagi anak-anak untuk mengeksplor dan berbagi soal berbagai hal yang berhubungan dengan seksualitasnya, kita juga menghargai anak kita sebagai manusia, bukan hanya anak kecil yang tidak mengerti apapun dan harus menuruti apa yang dibilang oleh orang tua.
Bagaimana, Bu, pengalaman ibu dalam memberikan pendidikan seks untuk anak-anak di rumah? Kita berbagi bersama ibu yang lain yuk, agar anak-anak kita bisa mendapat pendidikan yang terbaik.
Referensi:
https://media.neliti.com/media/publications/167106-EN-importance-of-sex-education-since-early.pdf.
https://www.todaysparent.com/family/parenting/age-by-age-guide-to-talking-to-kids-about-sex/.
https://www.heysigmund.com/kid-needs-know-age-age-guide-sex-education/.