Beranjak dewasa tidak semudah yang kita bayangkan saat masih kecil. Bekerja sesuai passion, mendapatkan gaji yang cukup, liburan setiap akhir pekan, dan membeli barang-barang mewah adalah bayangan kebanyakan anak-anak ketika mereka memikirkan orang dewasa. Namun, kenyataannya tidak seindah itu.
Sebelum menjadi orang dewasa sepenuhnya, ada fase yang harus dilalui, yakni dewasa awal. Sebagian orang juga menyebutnya dewasa muda karena di fase ini seseorang sedang dalam transisi dari remaja akhir menuju dewasa. Menurut psikiater sekaligus peneliti dari Universitas Indonesia, Fransiska Kaligis, dewasa muda yaitu antara usia 16-24 tahun.
Peralihan dari masa remaja ke dewasa tidak hanya ditandai dengan berubahnya bentuk fisik, tetapi juga perkembangan psikologis dan emosional. Fase ini juga disebut masa kritis karena remaja cenderung menderita gangguan kesehatan jiwa. Setidaknya ada 1 dari 4 remaja yang mengalaminya di rentang usia tersebut.
Fransiska bersama temannya pernah melakukan survei terhadap 393 remaja yang sedang bertransisi menuju dewasa. Sebanyak 95,4% mengaku pernah mengalami gejala kecemasan dan 88% depresi menghadapi permasalahan di masa transisi ini. Celakanya, mereka tidak tahu bagaimana cara mengatasi stres yang dihadapi.
Sebanyak 51,4% responden menyakiti diri mereka ketika menghadapi masalah dan 57,8% merasa putus asa serta ingin mengakhiri hidupnya. Berbagai masalah yang dalam masa transisi ini tentu berisiko tinggi menjadi lebih buruk di kemudian hari apabila tidak ditangani dengan optimal.
“Pada periode ini, misalnya, banyak remaja tiba-tiba harus menjelajahi lingkungan yang baru, lingkaran pertemanan yang semakin luas, tuntutan pendidikan atau karier yang semakin berat, hingga budaya yang bisa jadi sangat berbeda,” ungkapnya seperti dikutip Theconversation.
Apa Saja Masalah yang Muncul di Fase Ini?
Salah satu penyebab yang membuat remaja depresi ketika berada di fase ini yaitu perkembangan otak yang terus berlangsung, sementara mereka harus menghadapi kondisi baru sebagai dewasa. Selain itu, ada beberapa masalah yang juga menjadi pemicunya yaitu:
1. Memenuhi Tuntutan dan Tanggung Jawab Sebagai Orang Dewasa
Remaja yang baru masuk ke usia dewasa muda menganggap dirinya sebagai orang dewasa sepenuhnya. Mereka berusaha memenuhi tuntutan dan tanggung jawab seperti mendapatkan pekerjaan yang layak, membiayai saudara atau orang tua, hingga mencicil untuk membeli properti.
Menurut psikolog, Tara Adhisti de Thouars tuntutan tersebut terasa semakin berat mengingat mereka berada di usia produktif. Sangat mungkin mereka mengalami stres hingga depresi karena besarnya tuntutan hidup serta ambisius dari dalam diri untuk mengejar impian.
“Maka tidak heran, jika di masa ini mungkin ada satu momen yang bisa membuat mereka penat, terlebih dengan tingginya tekanan hidup mereka. Bahkan, kalau mau lebih ekstrimnya, stres paling berat terjadi di masa dewasa muda ini,” ucapnya.
2. Menentukan Identitas Personal
Proses pencarian jati diri seorang remaja membutuhkan waktu yang tidak singkat. Saat memasuki fase dewasa, mereka mulai mempertanyakan siapa dirinya dan apa yang sebetulnya mereka ingin kejar dalam kehidupan.
Saat masih anak-anak hingga remaja awal mereka mendefinisikan diri sebagai perpanjangan kehidupan dari orang tua. Namun, setelah beranjak ke usia dewasa muda mereka menyadari bahwa setiap individu berbeda sehingga mereka tidak bisa lagi bercermin dari orang tua.
3. Mencoba Berpikir Abstrak
Pada masa kanak-kanak, pola pikirnya cenderung konkrit. Di mana mereka selalu percaya apa yang dilihat. Anak-anak juga selalu menyimpulkan suatu hal dari sudut pandangnya sendiri. Ketika beranjak dewasa, mereka mulai berpikir abstrak di mana apa yang dilihatnya belum tentu benar.
Mereka juga mulai memikirkan perspektif dan perasaan orang lain. Hal inilah yang membuat keadaan semakin sulit dan gejolak emosi bagi mereka yang belum terbiasa berpikir abstrak.
Apa yang Harus Dilakukan?
Melihat kembali dari temuan Fransiska, apa yang sedang dihadapi dewasa muda adalah gangguan kesehatan mental. Jika kamu merasa masih berada di fase ini, penting untuk segera menyadarinya dan mulai mengelola stres. Bercerita kepada teman yang kamu percaya bisa menjadi salah satu alternatifnya.
Jika masalah ini terasa sangat mengganggu dan sulit diatasi sendiri, tak ada salahnya meminta bantuan profesional seperti psikolog dan psikiater. Kamu juga harus menyediakan ruang penerimaan diri sehingga lebih mudah untuk memaafkan diri sendiri dan menerima berbagai kekurangan yang dimiliki.
Ingatlah bahwa setiap individu memiliki kekurangan dan kelebihan yang berbeda. Daripada terus memikirkan kekurangan serta kegagalan di masa lalu, sebaiknya kamu lebih fokus dengan kelebihanmu dan terus mengasahnya. Terakhir, carilah support system dan motivasi yang bisa terus membuatmu semangat serta bangkit dari keterpurukan.
Referensi:
- https://theconversation.com/riset-usia-16-24-tahun-adalah-periode-kritis-untuk-kesehatan-mental-remaja-dan-anak-muda-indonesia-169658
- https://kumparan.com/latifatul-zahiroh/fenomena-takut-tambah-dewasa-kian-marak-dialami-gen-z-bagaimana-mengatasinya-1xCe4LpYZbS/4
- https://tirto.id/quarter-life-crisis-kehidupan-dewasa-datang-krisis-pun-menghadang-dkvU