Lingkungan kerja yang didominasi laki-laki membuat perempuan harus bisa menghadapi seksisme. Itulah yang dialami Sastia Naresvari di dunia seni. Sastia sering mendapatkan komentar seksis yang merendahkan dirinya sebagai seniman perempuan. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena mayoritas pegiat seni adalah laki-laki.
“Mayoritasnya itu laki-laki, mulai dari buyer, galerist sampai senimannya juga lebih banyak laki-laki,” ungkap Sastia kepada HaloIbu.
Sekadar mengingatkan kembali, seksisme adalah prasangka yang menganggap bahwa satu jenis kelamin lebih rendah dari jenis kelamin lainnya. Dalam hal ini, perempuan sering menjadi korban di lingkungan masyarakat.
Komentar seksis tak jarang memandang sebelah mata karya lukis yang telah Sastia buat. Salah satunya yaitu ungkapan dari akademisi seni laki-laki yang mengatakan lukisannya bisa diterima orang banyak karena dirinya memiliki wajah cantik. Ungkapan tersebut membuatnya merasa diremehkan dan tak dianggap karyanya. Ia merasa orang itu hanya melihatnya sebagai perempuan, tetapi tidak bisa mengakui karya yang dibuatnya.
“Ada akademisi seni juga bilang ‘dia jualan karyanya karena mukanya cantik bukan karena lukisannya’. Lah, saya melukis, terus apa salahnya kalau saya cantik,” tuturnya.
Pengalaman tersebut sempat membuatnya hancur. Ia pernah mengarsipkan seluruh foto dirinya di Instagram sehingga profilnya hanya menampilkan foto-foto lukisan saja. Waktu itu, Ia ingin membuktikan bahwa orang-orang tetap menerima lukisannya walaupun tidak mengetahui siapa sosok pelukisnya.
Sastia adalah seniman perempuan yang berkarya lewat lukisan. Dia mulai terjun ke dunia lukis sejak tahun 2018. Di awal karirnya, Ia banyak melukis vulva dan tubuh perempuan yang tak jarang mendapatkan respon tidak mengenakan dari orang-orang. Ia merasa dipandang sebagai seniman erotis ketika menggambar tubuh perempuan dengan busana yang terbuka.
Ia merasa bahwa perlakuan seksisme tidak dialami oleh seniman laki-laki yang juga menggambar tubuh perempuan. Orang-orang mungkin tidak akan menganggap seniman laki-laki erotis ketika mereka melukis tubuh perempuan.
Pada tahun 2019, Sastia mulai beralih ke lukisan abstrak. Ia merasa lebih nyaman membuat karya lukis abstrak karena bisa menjadi media untuk mentransfer energi di dalam dirinya. Bagi Sastia, melukis abstrak sama seperti proses meditasi. Dari hasil lukisannya, Ia bisa menerjemahkan energinya selama melukis.
“Aku kalau lukis kayak orang nari kayak ecstatic dance. Nanti kalau udah selesai melukis, baru aku sadar dari goresannya, dari warnanya, oh iya sebenernya aku merasakan ini,” jelasnya.
Meskipun demikian, Sastia tidak pernah mengharapkan audience atau penikmat seni merasakan hal sama dengan yang Ia rasakan dari lukisannya. Ia sudah cukup senang ketika orang-orang bisa merasakan sesuatu dari karyanya.
“Karena lukisan abstrak ya emang abstrak. Mau kalian merasa sedih, marah, even merasa ga suka ketika melihat lukisan ku juga it’s okay,” lanjutnya.
Meskipun sering mendapatkan komentar seksis, Sastia kini tidak memperdulikannya. Menurutnya, pandangan laki-laki yang meremehkan perempuan tidak akan berubah jika perempuan tidak mematahkan pandangan tersebut. Ia juga tidak setuju jika perempuan disebut tidak memiliki kesempatan luas untuk berkarya. Sebab, kesempatan itu justru harus diciptakan sendiri oleh perempuan.
“Dari perempuannya yang harus berani karena cara pikir laki-laki ga akan berubah kalau kita enggak ngasih gebrakan sendiri.” tuturnya.