Halo Perempuan, masih ingat gak kapan pertama kali kamu mengalami menstruasi? Rata-rata perempuan mengalami menstruasi pertama di usia 10–14 tahun, berbeda pada setiap perempuan. Ada banyak faktor yang memengaruhi menarche (menstruasi pertama), seperti faktor genetik, perbedaan berat dan tinggi badan, pola makan, aktivitas fisik, kondisi psikologis, dll.
Pengalaman pertama menstruasi pastinya akan sulit dilupakan, karena di saat itu tubuh kita mengalami perubahan besar, baik secara fisik maupun psikologis. Pengalaman sekali seumur hidup ini tidak hanya dirasakan oleh perempuan-perempuan yang mengalami menstruasi, tapi biasanya juga dirasakan oleh lingkungan sosial.
Tradisi Menarche di Seluruh Dunia
Bagi banyak kelompok masyarakat di dunia, menstruasi pertama adalah titik balik seseorang, sehingga ia dianggap sebagai perempuan dewasa. Tradisi menyambut masa dewasa–atau sering juga disebut inisiasi telah terjadi sejak manusia belum mengenal tulisan, di mana ada upacara berupa tarian-tarian yang dilangsungkan untuk perempuan yang mengalami menstruasi pertama. Hal ini bisa dilihat dari gambar-gambar yang ada di dinding gua.
Ternyata, perayaan menarche terus berlanjut hingga sekarang di banyak tempat. Di Brazil, Kolumbia, dan Peru, perempuan dari suku Amazon Tikuna yang mengalami menarche, harus melakukan ‘pelazon’, di mana mereka menghabiskan waktu tiga bulan sampai setahun untuk hidup dalam ruangan pribadinya. Dalam kurun waktu itu, mereka harus mempelajari sejarah sukunya, mulai dari musik hingga kepercayaannya. Hal ini berguna untuk memfokuskan diri, sehingga bisa lebih mengenal diri sendiri dan sukunya.
Di Fiji, perayaan ini dilakukan dengan menggelar karpet khusus untuk perempuan tersebut dan mengajarkan pentingnya masa ini. Di hari keempat menstruasi pertamanya, diadakan ‘tunudra’, di mana keluarganya akan menyediakan makanan untuk perayaan tersebut. Perayaan serupa juga diadakan di Jepang, di mana keluarga merayakannya dengan memakan makanan dari beras ketan dan kacang adzuki–di mana makanan berwarna merah menyimbolkan kebahagiaan dan perayaan. Di bagian selatan India, menarche dirayakan dengan ‘Ritusuddhi’ atau ‘Ritu Kala Samskara’, di mana perempuan yang mengalami pubertas menerima hadiah dan memakai pakaian tradisional bernama Langa Voni.
Tidak hanya di dunia, suku-suku di Indonesia juga memiliki beragam tradisi untuk menyambut perempuan yang mengalami menstruasi pertama. Di Bali, ada tradisi ‘Metatah’ atau potong gigi, yang melambangkan penyucian, dengan membuang bagian gigi yang tidak baik. Pada upacara ‘Monondaega’ di Minahasa, daun telinga anak perempuan akan ditindik dan diberikan anting sebagai tanda pendewasaan. Seorang anak perempuan Muslim akan diminta untuk membaca dua kalimat syahadat, rukun iman, rukun islam, dan rukun ihsan di depan seluruh anggota keluarga dalam tradisi ‘Mome’ati’ di Gorontalo.
Sedangkan di Jawa, ada tradisi ‘Tarapan’ dilakukan selama tujuh hari, di mana perempuan tidak boleh keluar rumah dan tempat duduknya diberi alas kain putih yang sudah diisi dengan jamu dan ditutup dengan kain mori putih dan letrek. Namun sekarang, tradisi ini dilakukan dengam melakukan sungkeman, yang dilanjutkan dengan siraman.
Menikmati Momen “Sibuk” Saat Menstruasi
Seiring berjalannya waktu, tradisi ‘penyambutan’ menstruasi pertama di dunia terus berubah. Ada kelompok masyarakat yang masih melakukan, ada juga yang sudah tidak melakukannya. Terlepas dari apapun tradisi yang dilakukan, satu yang perempuan tahu, saat menstruasi biasanya menjadi masa yang berbeda dengan waktu lainnya.
Perempuan biasanya akan terasa lebih “sibuk” ketika mengalami menstruasi. Hal ini karena kita harus melakukan beberapa pekerjaan ekstra. Di masa ini juga, kita harus semakin tahu akan kebutuhan tubuh kita, karena biasanya akan ada perubahan fisik dan psikologis ketika perempuan mengalami menstruasi.
Selain itu, yang perlu menjadi perhatian perempuan ketika mengalami menstruasi adalah kebersihan area kewanitaan. Di dunia modern ini, ada banyak pilihan untuk digunakan, seperti celana menstruasi (menstrual pants), tampon, cawan menstruasi (menstrual cup), dan tentunya yang paling populer adalah pembalut. Pembalut ini ada banyak sekali pilihannya, apalagi pemilihannya bisa menjadi tricky, karena bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga tentang harga, hingga dampak lingkungannya. Di antara berbagai pilihan itu, ada pembalut organik yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan. Memangnya, apa beda pembalut organik dan pembalut konvensional?
Yang Harus Dilakukan Sebelum Memilih Produk Kewanitaan
Mengusung klaim organik, perbedaan pembalut organik dan pembalut konvensional bisa dilihat pada bahan, proses pembuatan, kemasan, bahan-bahan tambahan, serta limbah produksinya. Pembalut organik biasanya akan menggunakan bahan yang natural dan telah memiliki sertifikat organik, dengan proses pembuatan, kemasan, dan penataan limbah produksi yang lebih ramah lingkungan. Pembalut organik juga tidak menggunakan bahan tambahan seperti parfum, penyerap, ataupun pemutih. Hal ini tentunya berbeda dengan pembalut konvensional.
Hal-hal di atas tentunya memberi alasan kenapa harga pembalut organik biasanya lebih mahal dari pembalut konvensional. Mulai dari bahan, proses pembuatan, hingga berbagai pertimbangannya untuk lingkungan—seperti pembuatannya yang ramah lingkungan dan hewan, serta pengolahan limbahnya. Beberapa merek pun menganggap bahwa mereka merupakan pembalut organik. Perempuan juga harus hati-hati dengan klaim ini, karena bisa saja ada merek-merek yang asal klaim. Namun, apakah benar pembalut organik lebih baik dari pembalut konvensional? Lalu, bagaimana dengan produk-produk kewanitaan lainnya?
Agar Perempuan tidak salah pilih, hal yang harus dilakukan pertama adalah riset. Pastikan kamu melakukan riset dulu sebelum menentukan produk kewanitaan yang akan dibeli. Riset singkat perlu dilakukan menyeluruh, mulai dari bahan yang digunakan, pengolahan limbah pascaproses pembuatan, hingga latar belakang perusahaan pembuatnya. Pastikan juga Perempuan tahu cara memakai dan melakukan perawatan pada produk yang dipilih.
Setelah melakukan riset, satu hal yang tidak boleh dilupakan oleh perempuan ketika memilih produk kewanitaan adalah kenyamanan. Apapun produk yang dipilih, baik itu pembalut konvensional, pembalut kain, cawan menstruasi, atau apapun, pastikan kamu nyaman ketika menggunakannya. Perlu diingat, biasanya perempuan akan mengalami perubahan yang membuat tubuh tidak nyaman ketika menstruasi. Tentunya Perempuan gak mau dong kalau makin tidak nyaman karena salah memilih produk. Pada dasarnya, semua produk memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kalau Perempuan masih bingung, Perempuan bisa melihat perbedaannya di sini.
Pros | Cons | |
Pembalut (sekali pakai) | Harga terjangkau, banyak pilihan, praktis | Lembap, tidak ramah lingkungan, beberapa aktivitas tidak cocok dengan pembalut |
Tampon | Harga terjangkau, praktis, nyaman digunakan bagi yang sudah terbiasa | Tidak ramah lingkungan, beberapa produk diduga memiliki racun, sulit ditemukan di Indonesia |
Cawan Menstruasi | Ramah lingkungan, nyaman digunakan bagi yang sudah terbiasa, tidak lembap, tahan lama (bisa sampai 10 tahun) | Harga mahal, masih tabu di banyak lokasi, pilihannya masih sedikit |
Celana Menstruasi | Ramah lingkungan, perawatan mudah, nyaman, tahan lama | Harga mahal, pilihannya masih sedikit, lembap |
Sebenarnya, pilihan apapun tidak ada yang salah dan benar, semuanya kembali pada diri kita masing-masing. Apapun pilihan yang diambil, perlu dipastikan Perempuan menjaga kebersihan dengan mencuci tangan, mengganti produk sesuai waktu yang ditentukan, berolah raga, dan pastinya mengonsumsi makanan dan minuman yang bergizi selama menstruasi.
Apapun produk yang dipilih, dari manapun berasal dan tradisi yang dilakukan untuk menyambut menarche, menstruasi bukanlah hal yang tabu. Periode ini merupakan waktu normal yang dirasakan oleh semua perempuan. Masa menstruasi, terutama menstruasi pertama, adalah masa kita perlu semakin dekat dengan diri kita, yang perlu dirayakan, sepaket mulai dari “kesibukannya” hingga makna yang tersirat di berbagai tradisi dan kepercayaan.
Referensi:
https://www.alodokter.com/komunitas/topic/faktor-terjadinya-menstruasi-pertama.
https://www.researchgate.net/publication/263469131_Women_in_Prehistoric_Art.
https://www.actionaid.org.uk/blog/news/2019/10/18/how-do-people-around-the-world-celebrate-periods.