CONTACT US
Lets share some love updates
Mom Inner Journey
Mom Inner Journey

Ketika Tubuh Perempuan Yang Tak Sesuai Konstruksi Sosial Diremehkan

Share:

Masih ingat peristiwa menegangkan di Piala Oscar akhir Maret lalu? Ya, ketika Will Smith tiba-tiba naik ke atas panggung dan menampar komedian Chris Rock. Tamparan itu dilayangkan Smith bukan tanpa alasan. Ia merasa kesal karena Rock melucu sambil menyinggung model rambut istrinya, Jada Pinkett Smith. Terlebih, rambut cepak yang menghiasi kepala Jada bukanlah model yang diinginkannya mengingat Ia sedang menderita Alopecia.  

Jada sering bercerita dalam sesi talkshow maupun di akun Instagramnya bahwa Ia ketakutan dengan penyakit tersebut karena membuat rambutnya rontok parah. Dengan terpaksa akhirnya Ia memangkas habis rambutnya. 

Komentar Rock mengenai Jada yang tampil botak adalah gambaran bagaimana konstruksi sosial dan budaya membentuk stereorotip mengenai tubuh ideal perempuan. Dalam leluconnya, Ia menyinggung penampilan Jada yang memang pada waktu itu berbeda dari perempuan lainnya. Tetapi, bukankah perbedaan itu wajar dan setiap orang berhak diperlakukan sama walaupun Ia berbeda? 

Konstruksi Sosial Budaya Melahirkan Konsep Tubuh Ideal Perempuan 

Pandangan bahwa perempuan dianggap ideal jika memiliki rambut lebih panjang dari laki-laki tak lebih dari hasil konstruksi sosial dan budaya. Setiap hari kita digempur oleh media dan iklan produk kecantikan yang menggambarkan bahwa perempuan ideal selalu memiliki tubuh langsing, rambut panjang, dan berkilau. Hal inilah yang menjadi tolak ukur kebanyakan orang dalam melihat perempuan. Padahal, ideal atau tidaknya tubuh perempuan sangat subjektif dan tidak ada ukuran pastinya. 

Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal “The Impact of Media Images of Super-Slender Women on Women’s Self-Esteem: Identification, Social Comparison, and Self Perception” menyebutkan bahwa terpaan media dan iklan adalah salah satu faktor yang membentuk konsep tubuh ideal. Studi ini menyoroti bahwa media selalu memperlihatkan gambaran kecantikan melalui visual-visual iklan.  

Seperti pada iklan shampoo yang mendeskripsikan bahwa rambut yang indah adalah rambut lurus, hitam dan lebat. Visual yang ditampilkan media pada akhirnya membentuk pemikiran masyarakat mengenai bentuk tubuh ideal. 

Selain itu, faktor budaya juga turut mendukung konsep tubuh ideal perempuan yang memiliki rambut panjang. Menurut Arkeolog asal Universitas Columbia, New York, perempuan di masa Yunani dan Romawi Kuno selalu memanjangkan rambutnya. Di masa tersebut, laki-laki juga memiliki rambut panjang, tetapi tidak lebih panjang dari rambut perempuan.  

“Wanita Romawi menjaga rambut mereka panjang dan cenderung membelahnya di tengah, dan pria yang terlalu mengurus rambutnya beresiko dicemooh karena terlihat feminin,” ujarnya seperti dikutip The Independent. 

Budaya itu juga rupanya masih terlihat di Indonesia. Masyarakat kita memandang perempuan berambut panjang dan lurus lebih istimewa karena pengaruh dari masa penjajahan. Seorang Antropologi dari Universitas Indonesia, Iman Fachruliansyah mengatakan bahwa orang-orang Eropa mengelompokan tiga kasta. Kasta paling atas merupakan orang Eropa yang berkulit putih dan mayoritas rambutnya lurus.  

Kasta urutan kedua yaitu pedagang asal Asia Timur dan Arab. Kemudian, kasta terendah adalah pribumi yang rambutnya tidak lurus dan kulitnya gelap. “Secara enggak langsung itu menempatkan atau terserap ke dalam benak kita kalau orang yang berkulit gelap dan kriting itu enggak terlihat menarik, cantik, bersih, atau atau menawan,” ujarnya. 

Mulai Mencintai Tubuh yang Kita Miliki 

Kita tidak bisa menentang konstruksi sosial budaya yang menentukan bentuk tubuh ideal perempuan. Konstruksi tersebut telah dibentuk sejak zaman Yunani dan Romawi Kuno, juga masih diperkuat hingga saat ini. Namun, kita bisa memilih untuk mengabaikan pandangan orang-orang mengenai tubuh kita. 

Yang mengetahui baik atau tidaknya penampilan serta bentuk tubuh kita adalah diri kita sendiri. Mengabaikan celotehan orang lain terhadap tubuh kita memang tidak mudah, tetapi siapa lagi kalau bukan kita sendiri yang membelanya? 

Sebuah studi dalam jurnal Physchological Science menyebutkan bahwa seseorang yang mampu mencintai dirinya sendiri lebih mudah memandang berbagai hal dari sisi positifnya. Positif thinking ini sangat penting karena dapat membantu individu fokus dalam menjalani kehidupannya. 

Mencintai tubuh kita sendiri itu tidak repot kok, bu. Kita hanya perlu menerima apa yang kita miliki dalam tubuh, baik itu kelebihan maupun kekurangannya. Sadarilah bahwa setiap individu terlahir berbeda sehingga kita tidak perlu mengejar standar kecantikan dan tubuh ideal.  

Refrensi:

Dwi Reka

Energetic person and women issue observer, a writer

Related
Menengok Lagi Keseruan Festival Ibu: Ibu Menemukan Kembali Jati Dirinya, Ayah dan Anak Ikut Bersenang-senang
PURE CARE, PURE LOVE WITH PURE BABY MEDITATION
LOVE ME FOR ME MEDITATION WITH MAMA’S CHOICE
Tags: #bodyshaming, #chrisrock, #cinta, #culture, #haloibu, #haloperempuan, #jadapinket, #konstruksisosial, #menjadiperempuan, #perempuan, #perempuanbisa, #pialaoscar, #selflove, #willsmith, #woman, #women, #womenempowerment
No Comment
Leave a comment!
Your Name*
Your Email*
Your Website
Your Comment
@haloibuid