CONTACT US
Lets share some love updates
Mom Inner Journey
Mom Inner Journey

Jangan Bandingkan Perempuan Dan Laki-laki, Kita Setara

Share:

Perempuan masih belum terlepas dari bias gender yang membuatnya dipandang lebih rendah dari laki-laki. Hal ini bisa kita lihat dari pernyataan putra dari Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Nicholas Sean yang menyebut bahwa nilai perempuan lebih rendah dari laki-laki jika tidak menikah. Berbanding terbalik dengan laki-laki yang justru dianggap memiliki nilai lebih tinggi ketika mereka memutuskan tidak menikah. 

Sebetulnya opini tersebut bukanlah hal baru. Hanya saja, ketika Sean melontarkan kalimatnya itu kepada publik sambil menggeneralisasi perempuan, mengingatkan kembali bahwa perempuan masih harus berjuang untuk mendobrak bias gender. 

Source : Melaney Ricardo Channel

Apa yang Salah dari Opini Sean? 

Setiap individu memang bebas beropini, tetapi kebebasan itu sepantasnya digunakan tanpa merendahkan pihak tertentu. Ketika berbicara soal pernikahan, Sean memandang perempuan sebagai individu yang harus tunduk dan mengurus suami. Meskipun tidak ingin menikah, Ia menyimpulkan bahwa perempuan cerdas tidak akan tunduk dan tidak mengurus suami. 

“Aku enggak mau perempuan cerdas dan kaya. Aku mau mereka bodoh dan bergantung,” ucapnya dalam Podcast Melaney Ricardo yang tayang di YouTube. 

“Apa poinnya kalau istri cerdas tapi mereka tidak tunduk, tidak mendengar, hanya mau melakukan halnya sendiri dan tidak ngurusin kamu?” ucapnya lagi. 

Opini tersebut senada dengan budaya konservatif di masyarakat kita yang memandang bahwa perempuan tidak perlu pendidikan tinggi kalau pada akhirnya mengurus rumah tangga. Sebelumnya – dalam unggahan podcast Prost Club TV – Sean juga membandingkan laki-laki dan perempuan dewasa yang belum menikah. Ia mengumpamakan keduanya sebagai saham di mana perempuan nilainya akan turun jika tidak menikah, sementara nilai laki-laki justru akan naik.  

Ia juga mengibaratkan perempuan mirip seperti bir yang memiliki masa kadaluwarsa, sedangkan laki-laki seperti wine yang semakin lama akan semakin matang. “Cowok makin tua makin matang kayak wine, liat George Clooney tapi kalo wanita itu kayak bir gitu ada waktu kedaluwarsanya,” ucapnya. 

Meskipun ungkapan tersebut hanyalah opini, tetapi sesungguhnya hal ini merupakan ironi karena perempuan masih dipandang lebih rendah dari laki-laki.  Apalagi, Sean mengungkapkannya tanpa disertai bukti nyata, data, atau hasil studi yang menguatkan opininya.  

Lunch Actually, perusahaan kencan terbesar di Asia pernah melakukan survei tahun 2020 yang melibatkan 3.500 responden single dari Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Hongkong. Hasilnya ditemukan bahwa 73% laki-laki lebih suka memilih perempuan yang usianya lebih tua.  

Dari sini kita bisa mengetahui bahwa opini Sean tidak bisa digeneralisasi untuk mengamini stigma perempuan tidak bernilai jika Ia tidak menikah. Buktinya, ada sekelompok laki-laki yang lebih tertarik dengan perempuan tua. Opini tersebut hanya akan meneruskan budaya patriarki jika dibenarkan oleh masyarakat kita. 

Opini Sean Adalah Produk Budaya Patriarki 

Tak bisa dipungkiri bahwa perempuan memiliki sejarah kelam di masa lalu. Di era Kartini, perempuan tidak bisa mendapatkan pendidikan tinggi. Ia hanya direncanakan untuk menjadi objek pemuas seks dan pembantu rumah tangga saja. Gerakan mendobrak bias gender sudah dilakukan RA Kartini sejak tahun 1908. Kartini memperjuangkan kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki, terutama dalam bidang pendidikan.  

Kendati demikian, budaya patriarki tidak muncul begitu saja di Indonesia. Budaya ini juga dirasakan perempuan seluruh dunia. Sejak zaman Yunani Kuno, sekitar abad ke-4 sebelum masehi, masyarakat menempatkan perempuan sebagai kelompok yang lebih rendah dari laki-laki. Perempuan juga dianggap tidak memiliki rasionalitas seperti laki-laki. 

Ketika sudah menikah, perempuan di zaman Yunani Kuno harus tunduk terhadap suaminya,sama seperti apa yang diinginkan Sean. Di masa itu, suami dianggap wajar jika mereka berzina dengan pelacur. Sementara itu, ketika istri ketahuan berzina, maka suami berhak membunuhnya. 

Dari fenomena tersebut, lahirlah gerakan feminisme yang memperjuangkan kesetaraan gender. Feminisme tidak menuntut untuk diperlakukan istimewa, tidak juga bertujuan untuk mengungguli laki-laki. Gerakan ini hanya ingin menyadarkan orang-orang bahwa perempuan dan laki-laki adalah manusia yang sama. Maka, keduanya harus mendapatkan hak dan perlakuan yang sama pula.  

Mengutip VOA, orang-orang kini mulai sadar bahwa perempuan dan laki-laki harus memiliki hak yang sama. Dari hasil survei yang pernah dilakukan tahun 2017, sebanyak 17.550 orang dari 24 negara mengakui hal tersebut.  

Meskipun demikian, kita masih harus berjuang melawan bias gender supaya budaya patriarki tidak lagi mengakar sampai ke generasi-generasi yang akan lahir di masa depan. Sebab, masih ada sekelompok orang yang memandang perempuan lebih rendah dari laki-laki. 

Refrensi: 

 

 

 

Dwi Reka

Energetic person and women issue observer, a writer

Related
Menengok Lagi Keseruan Festival Ibu: Ibu Menemukan Kembali Jati Dirinya, Ayah dan Anak Ikut Bersenang-senang
PURE CARE, PURE LOVE WITH PURE BABY MEDITATION
LOVE ME FOR ME MEDITATION WITH MAMA’S CHOICE
Tags: #anakahok, #emansipasi, #feminist, #genderequality, #haloibu, #haloperempuan, #kesetaraangender, #melaneyricardo, #menjadiperempuan, #opini, #patriarki, #perempuanbisa, #perempuanindonesia
No Comment
Leave a comment!
Your Name*
Your Email*
Your Website
Your Comment
@haloibuid