Boss : “Jadi, kamu sudah yakin? Kenapa mau resign?”
Tri : “Saya mau fokus urus keluarga saya, anak, dan suami saya.”
Boss : “Kamu yakin? Sayang lho padahal kinerja kamu bagus. Kalau mau kamu bisa dipromosi nanti.”
Ibu Tri adalah sosok perempuan cerdas dan berprestasi sedari muda. Seperti wanita karir lainnya, ibu memiliki kinerja yang sangat baik, gaji yang baik, cukup dipercaya atasan, penampilannya pun bisa dikatakan menawan, wajah ayu asli Indonesia di jamannya. Namun demikian, kelahiran anaknya, mengubah banyak hal dalam kehidupannya. Penyesuaian diri setelah memiliki anak, tentu mutlak diperlukan. Pengelolaan waktu, terutama komitmen bersama untuk menjaga anaknya menjadi salah satu yang seringkali memicu ketegangan, tak jarang anaknya terpaksa dititipkan di keluarga/ kerabat dekat ketika tidak ada yang menjaga. Belum lagi secara ekonomi, ibu Tri memiliki penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasangannya, sehingga ada tanggung jawab secara keuangan. Keputusan besar pun harus dibuat. Seorang perempuan yang aktif dalam organisasi, berprestasi secara pekerjaan, memiliki karir dan penghasilan yang mapan, memilih untuk meninggalkan jabatan dan karir profesionalnya untuk memperjuangkan hal yang penting menurutnya, yaitu anak dan suaminya. Dan semua menjadi lebih nyata ketika memiliki anak kedua dan menyusul hingga kelahiran anaknya yang keenam.
Penyesuaian yang dialami oleh perempuan pekerja setelah menjadi ibu, dimulai sejak kehamilan lalu diikuti hak cuti melahirkan, lalu kemudian bekerja kembali ke kantor tentu menjadi tantangan pada awalnya. Belum lagi cuti tahunan yang selama ini tidak pernah terpakai karena jarang diambil untuk berlibur atau kondisi mendesak, kini jadi kurang atau malah hutang cuti di tahun berikutnya. Anak sakit atau ijin keperluan sekolah menjadi tidak terhindarkan. Namun demikian, ibu tentu akan menjalaninya dengan ikhlas karena mengutamakan buah hatinya.
Hal yang kerap terjadi ketika seorang perempuan yang bekerja terpaksa harus memilih untuk tetap bekerja dengan alasan kondisi keuangan keluarga, namun merelakan waktunya bersama anak dan melihat pertumbuhan anaknya setiap hari, memilih untuk melepaskan jabatan dan karirnya untuk mendampingi anaknya, atau pilihan berbeda untuk menjalani pekerjaan di saat yang bersamaan tetap ada menemani anaknya setiap waktu. Ketiga pilihan tersebut tentu memiliki tantangan dan kelebihannya sendiri tergantung prioritas yang dipilih oleh ibu. Semua sama istimewa dan sama baiknya, meski tidak dapat dipungkiri semua pasti perlu perjuangannya.
Kebahagiaan terbesar seorang ibu tentunya melihat anaknya bertumbuh dengan baik dan menjalani hidupnya dengan gembira. Seperti ibu Tri yang sangat bersyukur bisa mendampingi keenam anaknya beranjak dewasa. 2 dari 6 di antaranya sudah menikah dan menjadi ibu, 4 dari 6 anaknya sudah lulus perguruan tinggi dan bekerja, dan 2 yang terkecil saat ini sedang masih menjalani pendidikan. Dan keempat anak yang telah bekerja saling mendukung untuk proses memenuhi kebutuhan keluarga pun dengan pendidikan adik-adiknya.
Menjadi ibu tidak lantas membuat seorang perempuan kehilangan dirinya sepenuhnya, namun bertransformasi sebaiknya sesuai dengan pilihan yang dijalaninya. Memang tidak ada pilihan yang tanpa konsekuensi, di rumah maupun di kantor, ibu memiliki tujuan yang sama, membahagiakan keluarganya. Meski bukan merupakan jenjang karir, namun menjadi ibu adalah suatu title yang akan melekat sepanjang hidup. Mungkin perjalanan kita sebagai ibu baru dimulai, ada pula yang menghadapi anak remajanya, atau mungkin sudah menimang cucu. Setiap fase yang dialami ibu, tentu membuat ibu menjadi lebih tangguh dan bijaksana, meski tidak ada yang mudah, namun semoga ibu selalu dikuatkan untuk bertahan.
Semangat Ibu.