Dalam menjalani sebuah pernikahan, fase kehamilan merupakan salah satu momen yang diharapkan, tidak hanya oleh pasangan suami istri, namun juga keluarga besar. Setiap kehamilan memiliki cerita tersendiri yang menjadi sebuah kisah yang menarik untuk dikenang, bahkan hingga bayi bertumbuh menjadi manusia dewasa.
Bagi calon ibu baru, banyak penyesuaian yang harus dihadapi, mulai dari pola makan, pola tidur, beraktivitas, dan kini bertambah satu lagi, yaitu menyesuaikan diri di era pandemi dengan berbagai ketentuan kebersihan dan kesehatan, yang tentu ada nilai baik di baliknya.
Setiap kehamilan membawa cerita
Seperti yang dihadapi oleh Bene, calon ibu yang menghadapi kehamilan pertamanya di daerah yang baru ditinggalinya. Sejak menikah, Bene mengalami berbagai penyesuaian dan fase yang baru. Meninggalkan pekerjaannya selama lebih dari 5 tahun sebagai seorang jurnalis yang ikut suaminya ke sebuah daerah kecil di Sumatera Utara. Penyesuaian harus dihadapi, ia harus terbiasa dari yang tadinya hidup di ibu kota dan dekat dengan keluarga, kini harus berpindah di luar kota. Awalnya ia merasa agak aneh karena berbagai perubahan yang dialami, terutama menghadapi kehamilannya, apalagi dulu terbiasa untuk bepergian dan bisa memperoleh segala sesuatunya dengan mudah, namun kini ketika ada yang diinginkan dan dibutuhkan, tidak semudah itu diperoleh, terlebih tinggal di daerah yang sulit dijangkau. Namun demikian, seiring dengan berjalannya waktu, maka ia pun terbiasa dengan berbagai perbedaan yang harus dihadapinya.
Cerita kehamilan yang lain hadir dari Inda, seorang ibu dengan satu anak yang kini menghadapi kehamilan keduanya. Meski pernah menjalani kehamilan dan telah memiliki seorang putri yang menggemaskan, ternyata kehamilan yang kedua juga memiliki kisah menarik. Berbeda dengan kehamilan pertama, di mana kala itu ia masih cenderung “bebas” beraktivitas dan usia fisik yang jauh lebih muda, kehamilan kedua ini, ia mengalami masa penyesuaian dengan mengasuh anak pertama di saat yang bersamaan. Tantangan lain yang harus dihadapinya adalah lokasi tempat kerja baru yang berbeda, di mana sebelumnya cukup nyaman ditempuh kendaraan pribadi, namun lokasi yang baru mengharuskannya dengan fasilitas umum, yaitu MRT yang tentunya tidak selalu mudah untuk pergi ke kantor.
Kehamilan di masa pandemi? Mari Hadapi!
Tahun 2020 menjadi tahun yang penuh kejutan, terlebih dengan hadirnya pandemi di berbagai negara di seluruh belahan dunia. Tentunya hal ini juga mempengaruhi ibu dalam masa kehamilannya.
Bagi Bene yang mengalami kehamilannya di tempat baru, terasa berbeda di masa pandemi. Beberapa penyesuaian yang dihadapi selama masa kehamilannya, antara lain, permintaan dari dokter yang menyarankan untuk mengurangi kontrol selama masa pandemi dengan alasan kesehatan dan tidak perlu kontrol apabila tidak ada keluhan. Dari yang awalnya sebulan 1 kali, ada masa di mana kontrol dilakukan 7-8 minggu setelah kontrol yang terakhir. Hal berbeda lainnya, tentunya terkait dengan prosedur kesehatan yang menjadi lebih ketat dibandingkan sebelumnya, seperti periksa suhu,cuci tangan, pakai masker, duduk berjarak di ruang tunggu, dan karena jarangnya waktu pemeriksaan membuat justru semakin banyak dan menumpuk.
Berbeda dengan Inda, yang merasa penyesuaian paling menantang yang harus dialaminya adalah ketika setiap kali seusai kontrol. Belum lagi, penyesuaian terhadap WFH dengan manajemen waktu yang tidak mudah. Keadaan bekerja di rumah sangat berbeda dengan kantor. Berhadapan dengan anak dan pasangan, di saat yang bersamaan tetap menjaga produktivitas, mentally exhausted. Belum lagi menghadapi emosi dari anak yang merasa tidak nyaman karena tidak bisa bepergian dan aktivitasnya terbatasi. Seperti halnya Bene, Inda juga merasakan kekhawatiran terkait dengan proses kelahirannya kelak.
Sebagai ibu yang mengalami kehamilan dalam kondisi yang tidak pasti, tentunya menimbulkan adanya kekhawatiran. Kondisi rumah sakit yang semakin penuh, kesibukan petugas medis yang menjadi semakin tinggi, hingga kondisi psikologis dan perkembangan karakter anak dengan naik turun emosi dan kecemasan yang dialami ibu tentu tidak terhindari. Meski demikian, ibu memiliki kemauan dan kemampuan yang luar biasa untuk menyesuaikan diri dan menghadapi segala kecemasan yang muncul demi diri sendiri dan anaknya.
Komunikasi yang baik dengan Support system, seperti pasangan, keluarga, dan rekan terdekat menjadi pilihan untuk bisa menjalani kehamilan dengan lebih menyenangkan. Terbuka dan menerima perasaan yang tidak muncul, dan berusaha mengemukakannya terhadap yang tedekat, mampu untuk meminimalisir kecemasan yang muncul. Selain itu, berserah dan kian mendekatkan diri dengan pencipta juga menjadi jalan untuk bisa menghadapi dengan lebih positif dan meminimalisir perasaan tidak nyaman yang hadir.
Pengendalian diri menjadi kunci yang penting dalam menjaga diri, khususnya bagi ibu yang hamil di masa pandemi. Menerima dan menyadari bahwasanya tidak semua hal bisa dikendalikan. Cermat dalam memilih informasi, bijak dalam menanggapi media menjadi kunci yang cukup penting dalam menjaga kesehatan mental dan menimalisir mood negative yang dapat muncul.
There always sunshine after the rain: What is Your New Normal?
Meski kondisi pandemi ini adalah situasi yang tidak pasti, namun tidak dapat dipungkiri bahwa ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. Ada nilai-nilai positif yang menjadi insight, antara lain, menjadi lebih aware dengan kesehatan dan kebersihan, dan memiliki kepedulian yang baik terhadap lingkungan.
Dalam keseharian, setelah pandemi ini, tentunya banyak dari kita akan terbiasa untuk mencuci tangan dengan baik dan benar setiap kali habis bepergian maupun memasuki ruangan. Penggunaan masker menjadi hal yang wajar dan lumrah, mungkin selain covid, bisa juga menjaga diri dari polusi, karena selama ini belum banyak yang cukup peduli terkait hal tersebut. Pembatasan aktivitas yang mengurangi penggunaan kendaraan, ternyata juga berdampak secara signifikan terhadap minimalisir polusi. Tidak hanya terhadap manusia, namun juga bagi bumi dan alam.
Secara pekerjaan, dengan kondisi PSBB, bagi korporasi besar yang menerapkan kerja remote bagi karyawannya, di satu sisi menunjukkan bahwa ternyata produktivitas masih bisa dilakukan meski tidak harus selalu standby 9 – 12 jam di kantor. Meski koordinasi kadang diperlukan secara langsung, namun kondisi WFH bisa menimbulkan potensi untuk pekerjaan remot lebih banyak. Apa dampaknya bagi ibu bekerja di kantor? Lebih bisa membagi waktu lebih banyak untuk memantau perkembangan buah hatinya dan menciptakan bonding yang lebih baik.
Di sisi lain, pandemi ini juga menggelitik sisi kemanusiaan kita. Ternyata banyak orang yang masih peduli dengan kondisi dari orang lain yang mungkin tidak sama beruntungnya. Semangat untuk peduli dan berbagi menyadarkan kembali fungsi manusia, di satu sisi sebagai makhluk yang berpusat pada dirinya, menyadarkan pentingnya untuk menjaga kesehatan diri agar tidak mempersulit orang lain, dan sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan untuk membantu dan saling mendukung.
Dari generasi pandemi, bukan tidak mungkin muncul generasi yang tangguh, bukan karena berperang untuk memperebutkan wilayah atau berebut sumber daya, namun menjaga diri untuk memulihkan bumi, saling peduli dan berkolaborasi untuk kehidupan yang lebih baik.