Halo Ibu, saya mirza, ibu dari tiga orang anak. Anak pertama saya laki-laki hampir berumur 7 tahun, anak yang kedua dan ketiga perempuan berumur 4 tahun dan 15 bulan. Saya adalah seorang ibu rumah tangga sebelum akhirnya memutuskan untuk bekerja sebagai guru. Selang saya bekerja ternyata saya mendapatkan kabar bahagia, saya hamil anak ketiga. Selama saya bekerja, kedua anak saya diasuh oleh suami dengan bantuan ibu mertua. Sebelum memutuskan untuk bekerja, saya dan suami sudah membuat kesepakatan kalau saya ingin suami saya yang berperan penuh dalam pengasuhan anak, sehingga saat itu kami mencoba untuk menyamakan visi.
Saat anak ketiga kami lahir, semua berjalan dengan sebagaimana mestinya dan sesuai dengan yang kami harapkan. Komunikasi menjadi kunci utama dari perjalanan ini. Dari sebelum si bungsu lahir, saya dan suami selalu melibatkan kedua kakaknya untuk berkomunikasi dengan si bungsu, seperti mengajak dia bicara saat masih di dalam perut, memberi afirmasi positif seperti “kalau sudah ada adik nanti, mama dan pago (panggilan anak-anak kepada papanya) tetap sayang kalian kok”, atau misalnya saat si tengah minta digendong, saya mencoba komunikasikan ke dia bahwa saya tidak bisa menggendong bukan karena adik nanti jadi sakit di dalam perut, tapi memang karena kondisi ibunya yang sedang kelelahan, dan masih banyak lagi bentuk komunikasi lainnya. Saya dan suami mencoba membuat mereka mengerti sejak si bungsu masih dalam kandungan agar mereka siap dan tidak kaget dengan perubahan yang baru.
Saya sangat bersyukur, anak-anak (Si Sulung dan tengah) sangat senang dilibatkan dalam hal pengasuhan adik. Tantangan terbesar saya dan suami adalah ketika mereka tumbuh semakin besar. Kami harus belajar memenuhi kebutuhan mereka satu persatu. Pastinya masing-masing anak memiliki perbedaan. Si sulung yang memiliki temperamen bawaan sensitif, punya sikap yang kritis, si tengah yang saklek, keras, dan perlu waktu mengutarakan perasaannya, dan si bungsu yang lempeng, yang memiliki kemauan yang keras.
Ada masa-masanya saya stress, how can I manage this? Saya sering diliputi rasa bersalah karena memang masih kesulitan membagi fokus ke tiga anak saya, belum lagi sibling rivalry antara si sulung dan si tengah dan masih banyak masalah lainnya. Saya cukup bingung menghadapi keadaan ini. Akhirnya saya dan suami mencoba untuk ikut kelas-kelas parenting, membaca buku, dsb. Intinya memperkaya diri. Saya banyak sekali belajar dari komunitas Keluarga Kita, saya dan suami diajak untuk berusaha memahami dan menerima emosi yang ada dengan kegiatan yang positif. Saya juga mengikuti lingkaran ibu dari Haloibu, saya merasakan energi yang sangat positif untuk diri saya. Ketika saya sadar saya butuh banyak belajar, disitu saya semakin kaya dan sedikit demi sedikit mulai mampu untuk menghadapi semua perubahan dan situasi ini.
Di kesempatan ini, Saya mencoba untuk membagikan pengalaman saya tentang apa yang saya lakukan untuk memanage ini semua? dan apa yang saya lakukan untuk memenuhi kebutuhan emosional ketiga anak saya. Semoga bermanfaat ya ibu!
- Saya belajar menerima bahwa tidak semua hal bisa sesuai dengan ekspektasi saya. Contohnya ketika saya mengajak ketiga anak saya bepergian, pastinya saya memiliki harapan semua akan lancar, bebas konflik, dan semua senang. Di keadaan seperti ini, saya perlu belajar menerima bahwa tidak semua hal akan berjalan lancar, bagaimana cara saya menghadapinya itu yang terpenting. Ketika si sulung dan tengah bertengkar, saya coba ambil sisi baiknya, bahwa mereka sedang belajar problem solving. Ketika mereka tantrum, saya coba untuk berpikir mereka sedang berusaha mengelola pergolakan emosi yang terjadi, jadi perlu didampingi, dan diberitahu saat mereka tenang. Apakah selalu berjalan lancar dan mudah? Tentu saja tidak. Terkadang kalau sudah lelah ya pasti ujungnya saya marah, ujungnya yelling, kemudian merasa bersalah. Tapi di sini saya belajar terus untuk mengelola emosi lebih baik lagi dan lagi.
- Memberikan afirmasi positif ke diri sendiri sebelum memulai hari, seperti “aku bahagia”, “I’m grateful” or any words that can remind you how happy you are, how grateful you are. Dan seandainya hari itu tidak berjalan sesuai rencana, tidak masalah, yang penting saya sudah mencoba dan melakukan yang saya mampu.
- Membuat list hal apa saja yang buat saya bahagia. Tidak melulu hal yang besar. Hal kecil saja tapi impactnya besar. Biasanya ketika semua terasa tidak bisa terkontrol, saya akan menjamu diri saya sendiri dengan makanan favorit. Wah itu sudah cukup buat saya bahagia.
- Ketika anak tantrum ada berbagai cara untuk berusaha menerima pergolakan emosi mereka. Untuk si sulung yang kinestetik, saya sarankan dia untuk berlari atau melompat, kalau cara itu tidak berhasil, didampingi saja sambil dipeluk setelah itu diajak bicara. Buat si tengah, saya ajarkan dia untuk meditasi sederhana, misalnya latihan nafas perlahan-lahan. Ketika itu tidak berhasil biasanya saya memeluknya sampai dia tenang. Terkadang saya pusing ketika menghadapi anak yang sedang tantrum ,kadang juga emosi. Ketika sudah mulai emosi saya mulai mengatur lalu saya berpikir, ketika saya berusaha memahami dari kaca mata mereka semuanya menjadi jauh lebih mudah. Saya belajar bahwa mereka sedang belajar menyampaikan apa yang mereka rasakan walaupun ya dengan cara yang mungkin menurut kita tidak sesuai dengan apa yang kita mau. Kadang saya suka lupa untuk berikan apresiasi ketika mereka berhasil menyampaikan maksudnya.
- Quality time per anak bisa dilakukan kapan pun dan dengan kegiatan apa pun. Sesempatnya waktu saya, sebelum anak-anak tidur di tempat terpisah, ajak untuk baca buku cerita, ajak refleksi diri, ajak komunikasi tentang apa yang dia rasakan, apa yang menurut dia tidak sesuai, dan ajak bersyukur. Terkadang saat weekend, saya membagi kegiatan ke tiga anak, jadi misalkan pagi pergi dulu berdua si sulung, kami pergi ke tempat yang sesuai dengan keinginan dia, lalu setelah itu pergi berdua dengan si tengah, lalu si bungsu, jadi mereka mendapatkan porsi yang adil, kadang suka dapat pertanyaan apa gak lelah, bolak balik bolak balik, terkadang iya, tapi manfaatnya juga luar biasa, anak-anak bisa mengeluarkan semua unek-uneknya saat sedang quality time sama orang tuanya.
Jadi apakah saya bisa dibilang sudah nyaman dan waras? tentu saja kadang masih tidak waras. Setiap hari adalah perjuangan bagi saya dan suami. Tapi kuncinya adalah mau untuk MENERIMA, menerima semua hal yang terjadi pada hidup saya, menerima perubahan saya sebagai ibu dengan 3 anak. Berkomunikasi dengan pasangan, menyamakan visi, menyamakan cara, dan berusaha mengerti kebutuhan anak juga penting.
Mencari hal yang membuat nyaman dan bahagia sangat penting juga. Bagi saya, bertemu dan bicara dengan orang-orang yang positif, yang menginspirasi, latihan nafas dan meditasi cukup membuat saya nyaman.
Menjadi ibu 3 anak membuat saya mau untuk terus belajar mengenai hal baru. Banyak hal baru yang tak disangka-sangka saya temukan dan pelajari. Saya harus ekstra mengontrol emosi. Saya mencoba bahagia dan memahami peran saya ini.
Terima kasih anak-anakku.