How To Be A Single Mom
“Saya orangtua tunggal.” Kalimat itu sudah sering saya ucapkan. Dulu saya merasa risih dan sering kali harus saya ucapkan setengah berbisik tetapi sekarang sudah mulai terbiasa. Ketika saya menikah terbayang di impian saya untuk hidup bersama dengan pasangan saya dalam sehat dan sakit dan dalam susah dan senang; sampai ajal memisahkan kita. Namun hidup pernikahan impian saya kandas, pada usia pernikahan yang sangat muda. Saya menjadi janda cerai yang ditinggal oleh pasangan saya ketika usia pernikahan kami baru memasuki usia 5 tahun.
Menjadi janda cerai, khusunya dengan stigma negatif yang ada di masyarakat kita dan budaya Timur kita, adalah hal yang sangat tidak nyaman. Saya beruntung memiliki keluarga yang sangat mendukung saya pada saat yang sulit ini. Mereka hanya meminta fakta lalu membimbing saya untuk menyelesaikan masalah saya dari awal hingga pada akhirnya keluar surat keputusan dari pengadilan. Namun dari lingkup pertemanan banyak orang yang mempertanyakan perihal perceraian saya. Hal yang diihat sebagai tabu ini bagaikan pisau bermata dua, pada satu sisi banyak orang menghakimi status saya dan pada sisi yang lain saya bagaikan bintang freak show, yang mana saya sering kebanjiran pertanyaan oleh orang-orang yang penasaran kenapa dan mengapa menjadi janda cerai?
Awalnya saya merasa pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat tidak nyaman, saya masih dapat menjawabnya dengan tertawa santai. Menjadi janda cerai memang bukan rencana, bukan keputusan dan juga bukan pilihan saya tetapi itulah yang terjadi. Jadi apa sih yang harus moms lakukan ketika menjadi single mom? Here’re my tips.
1. Punya comfort zone sendiri baik itu bersama keluarga atau teman-teman dekat. Proses perceraian itu sama denga proses kehilangan apapun. Ada rasa sedih, marah, kecewa dan penyesalan. Kita butuh waktu dan ruang untuk berduka dan untuk merasa nyaman kembali. Kita tidak butuh dihakimi dan tidak butuh dipertanyakan. Kita butuh untuk menyembuhkan luka batin kami.
Oleh karena itu keluarkan saja semua emosimu dengan menulis jurnal, atau menghabiskan waktu untuk curhat dengan keluarga atau teman dekat atau nonton film yang bisa menguras air matamu.
2. Selesaikan masalah antara kamu dan mantanmu tanpa mengumbar apapun di ruang publik khususnya di sosmed. Hal ini sebenarnya sudah hal yang paling mendasar. Proses perceraian itu sangat melelahkan dan membuat emosi naik turun. Apalagi jika dari pernikahan itu ada anak yang harus diasuh bersama dan juga ada pembagian harta gono gini. Memang ini hal yang sangat sulit karena perceraian itu artinya tidak berpisah baik-baik dan pasti masih ada rasa marah dan kecewa namun kita butuh menutup bab cerita kehidupan dan masa lalu ini sebelum dapat melanjutkan ke masa depan. Sebisa mungkin bicarakan secara baik-baik dengan mantan pasangan di ruang pribadi atau jika tidak memungkinkan gunakan jasa mediasi di pengadilan maupun menggunakan jasa bantuan hukum/pengacara. Apapun maslaah yang ada di antara kalian itu adalah masalah pribadi dan tidak usah mengumbarnya di sosial media demi pencitraan.
3. Moving on..
Ketika kita sudah dapat memaafkan, ikhlas dan menerima diri kita sendiri, baru lah kita melanjutkan perjalanan hidup kita sendiri. Di proses ini lakukan self love, cari kegiatan yang positif dan kembangkan skill dan networkmu.
You are enough. You are strong. You can do it.
You are YOU first, before being daughter, a wife, a mother or a divorcee.
Your are capable more than you think.
Saya sendiri butuh waktu untuk kembali merasa nyaman dengan dengan diri saya sendiri. Sekarang saya dapat dengan tenang berkata, “Saya orang tua tunggal,” atau ketika bersama teman-teman dekat saya sering kali disebut, “JMB: Janda Muda Berprestasi”.