Dear Ibu,
Saya mau berbagi cerita mengenai pengalaman hamil kedua kami (iya saya mengatakan kami karena kami merasa ketika istri hamil, suami juga ikutan merasakan hamil dengan segala dinamikanya).
Hamil yang kedua ini bisa dibilang cukup istimewa karena kami memiliki harapan dan tujuan yang ingin kami capai, yaitu melahirkan secara nyaman, aman, selamat, dan sehat dengan metode VBAC (Vaginal Birth After Caesarian). Anak pertama kami lahir melalui operasi Caesar setelah induksi yang dilakukan oleh dokter di usia kehamilan 38 minggu karena air ketuban yang sudah berkurang. Setelah 2 malam diinduksi, pembukaan belum juga naik dari pembukaan 2, dan kondisi detak jantung yang mulai melemah, akhirnya dokter memutuskan untuk membantu kelahiran dengan proses operasi.
Dengan pengalaman operasi tak terencana di kelahiran anak pertama, sebenarnya saya tidak kemudian menjadi trauma atau takut dengan tindakan operasi caesar. Namun, kami memutuskan untuk berupaya melahirkan VBAC karena pertimbangan biaya. Kebetulan di kantor suami ketika itu tidak mengcover secara penuh biaya periksa kehamilan dan melahirkan. Sehingga kami merasa perlu untuk berupaya melahirkan per-vaginal (biasa disebut orang sebagai lahiran normal) untuk menekan biaya yang perlu dikeluarkan.
Usaha yang kami lakukan kali itu dimulai dengan menyewa jasa Doula, sebagai pembimbing dan pendamping masa kehamilan, ketika melahirkan, dan pasca melahirkan. Kebetulan Doula kami, Duola Irma/Imu, adalah teman saya ketika SMA, jadi kami merasa nyaman utk berdiskusi dan bekerjasama seperti dengan teman sendiri.
Dalam proses memahami diri, saya dan suami menyadari bahwa ada bagian dalam diri saya yang masih belum ‘sehat’ secara psikis.. Walaupun saya sendiri seorang Psikolog dan memiliki banyak teman Psikolog yang siap membantu ketika saya butuhkan, tetapi saya merasa butuh orang lain yang baru saya kenal dengan metode yang berbeda. Proses tersebut membawa saya pada Ibu Lanny Kuswandy, seorang pakar hypnobirthing. Pertemuan dengan beliau membuka wawasan, hati, dan pikiran saya mengenai banyak hal… Dan yang utama beliau membantu saya untuk lebih relaks dan melepaskan beban-beban dalam diri tanpa saya perlu untuk memahami apa dan kenapa itu terjadi. Amazingly, saya yang biasanya sangat mementingkan logika, bisa menerima dan menjalankan apa yang disarankan beliau. And I feel really glad and release..
Dengan mempraktikkan teknik relaksasi berdua dengan suami, kami bisa merasakan hubungan yang lebih erat.. Bahkan ada kalanya kami seakan bisa merasakan apa yang dirasakan oleh bayi kami di dalam kandungan. Perasaan yang luar biasa.
Dalam perjalanan menuju kelahiran VBAC, saya juga dituntut untuk sehat dan bugar secara fisik. Latihan olah tubuh dan pernapasan saya lakukan melalui olahraga Yoga Prenatal bersama mba Tia Pratignyo. Beliau memberikan keyakinan pada diri saya bahwa tubuh saya pintar, sehat, dan prima untuk dapat melakukan yang terbaik dalam kelahiran kelak.
Setelah usaha kami secara fisik dan mental sudah kami usahakan, satu lagi usaha yang tertunda hingga di akhir semester kehamilan, yaitu menentukan provider yang mendukung proses kelahiran kami nanti. Alhamdulillah kami berjodoh dengan seorang dokter yang sangat sabar dan mendukung rencana kami.
Ketika di minggu 40, rasa mulas atau kontraksi yang dinanti-nanti akhirnya datang juga secara intens.. Kami memutuskan untuk datang ke RS dan ternyata memang sudah ada bukaan 2. Namun, setelah sekitar 6 jam, kontraksi menurun dan dokter menyarankan untuk kembali pulang ke rumah. Kami pun pulang.
Malam berikutnya, kontraksi kembali datang dengan intens, tapi kami juga tidak mau terlalu terburu-buru ke RS, hingga sekitar jam 5 pagi, air ketuban saya pecah. Ok! Saatnya ke RS!
Di RS, dokter tetap mendukung dan menyemangati dengan memberikan waktu agar tubuh saya dan adik bayi dalam perut berusaha menemukan jalan lahirnya. Setelah sekitar 12 jam dan pembukaan saya masih di pembukaan 6, saya sudah merasa sangat kelelahan. Hampir saja saya putus asa untuk minta ke suami dan dokter untuk dioperasi saja. Namun, suami yang selalu setia dan sabar menemani setiap proses kehamilan dan kelahiran ini segera mengambil tindakan.
Ia menggenggam tangan saya dan meminta izin. “Sayang, boleh aku bantu? Kamu ikutin apa yang aku minta ya..”. Kalau dalam keadaan ‘normal’, biasanya saya akan lebih banyak menanyakan, buat apa, kenapa sih, daaan seterusnya. Tapi kali ini, saya pasrah dan ikhlas.. Karena merasa sudah tidak banyak hal yang bisa saya lakukan untuk mempercepat proses kelahiran ini dan secara fisik maupun mental saya sudah cukup lelah. Saya pun meng-iya-kan. Ternyata suami menghipnosis saya untuk mendukung proses anak kami mencari jalan lahirnya secara alami. Ia memberikan sugesti bahwa setiap gelombang kontraksi yang datang akan membuat saya merasa senang dan bahagia karena artinya adik bayi akan segera lahir.
Suami terus mengulang kata-kata itu, hingga saya benar-benar bisa merasakan gelombang kontraksi datang dan membuat saya merasa sangat senang dan tertawa-tawa. Saya ingat kata bu Lanny, bahwa mulut rahim itu terkoneksi dengan mulut di wajah kita. Ketika kita tertawa dan tersenyum lebar, makan mulut rahim pun akan membuka dengan lebar pula. And it works! Dalam waktu relatif singkat, pembukaan saya sudah hampir 10! Bidan segera memeriksa dan menghubungi dokter agak segera datang untuk membantu kelahiran.
Sebelumnya saya tidak percaya bahwa ada orang yang bisa melahirkan tanpa rasa sakit. Tapi siapa yang menyangka kalau ternyata saya bisa merasakannya sendiri. Melahirkan dengan tertawa-tawa bahagia, tanpa merasakan sakit! Hamdallah! Terima kasih sebesar-besarnya pada Tuhan yang telah memberi izin melalui tangan suami dan pihak-pihak yang mendukung. Terima kasih kepada kedua anakku yang telah mempercayaiku menjadi seorang ibu.