Buat saya, hamil dimulai dengan tidak nyaman. Saya tidak menginginkannya. It was a rough beginning for me. Butuh waktu untuk menyesuaikan diri menyukai apa yang saya alami. Saya bahagia dengan tumbuhnya satu mahluk kecil di dalam perut, tapi di satu sisi saya belum siap dengan tanggung jawab baru ini. So I try to find peace with my self and my pregnancy.
Tulisan ini saya tulis pada saat hamil Mahija. Tadinya saya ingin merevisi, tapi saya pikir this the real talk, the honesty. So, here it is, my profound journey.
Ubud, Jum’at 3 Mei 2013
Prolog
Mataku perih. Hari ini silaunya matahari tak terelakan. Ditengah birunya langit, segarnya wangi bunga-bunga mengobati kerinduanku akan alam. Walau aku aku tak pernah tinggal di hutan, atau nyaris dekat dengan hutan, hutan beton Ibukota memuakkan pernafasan dan penglihatanku. Janji kesegaran dan kesejukan pagi hari oleh para pujangga sudah terbenam oleh asap kebut-kebutan kendaraan. Pernah satu kali, aku berjalan di Menteng sekitaran taman Menteng arah Kuningan. Waktu menunjukan pukul 07.00, kalau menurut waktu pada buku-buku cerita ini jam masih enak buat menghirup. Setelah turun dari Bus, badan langsung bersantai mengulat merasakan tiap inchi peregangan otot yang dipepes selama 2 jam perjalanan Tangerang-Jakarta. Iyah, gaya bayi mengulat sambil berdiri pun di praktekan. Wah……..enaknya…..dalam hatiku….. Sampai 10 detik kemudian….wuzzzz wuzzzzz……semburan asan metro mini mengucapkan selamat datang di Jakarta, sungguh tepat pada saat mulutku menguap. Wangi parfum tadi subuh almarhum ditelanjangin karbon. Sial.
Tapi, untuk hari ini, Ubud, tanahnya Happy Salma, maksudku suaminya, kuinjakan, udara segar terjamin untukku dan bayi mungil di perut ini. Setidaknya itu menurut radar hidung yang sudah teruji melacak asap rokok dari kejauhan 200 meter ( aku tidak mengerti ini Hormon yang memberikan sensitivitas lebih pada indera, atau memang diri saja yang sudah sensitif dengan perokok ). Sejak sebulan lalu, selepas trimester pertama atau selepas mual-mual yang meradang. Saya sudah meniatkan diri untuk datang ke desa Nyuh Kuning, Ubud Bali. Semua informasi yang ku timbun selama masa kehamilan mengarahkanku kesana. Metode Gentle Birth, Hypno Birthing, Lotus Birth, Water Birth….ketenangan dalam mengandung semua membuat penasaran. Informasi-informasi ini sulit sekali dicari di Jakarta, lebih mudah mencari mal dibandingkan info Gentle Birthing . Salah satu rumah sakit yang melayani water birthing di Jakarta, Rumah Sakit Bunda sudah aku dan pasangan sambangi. Ketika meminta penjelasan akan water birth maupun hypnobirth, sang dokter yang memeriksa tertawa menjawab “ memangnya Ibu mau saya hipnotis….biar bisa lahir? “. Ini Ibu dokter, bukannya menjelaskan malah ngecengin. Padahal praktik hypnobirthing ada di rumah sakit tersebut. Alhasil kebuntuan mengumpulkan data.
Maka, keinginan kerasa kepala pun mengarahkan diri bergerilya ke desa Nyuh Kuning, Ubud. Rumah dari klinik Yayasan Bumi Sehat.
* 23 Minggu di dalam Kandungan *
Klinik yang mirip dengan Puskesmas ini ramai dikunjungi warga setempat. Ada bapak-bapak tua dengan sarung mengantri untuk mendapatkan akupuntur. Ibu paruh baya dengan kaos dan kain batik yang kesakitan juga menunggu akupuntur. Ada juga orang-orang yang sedang menerima akupuntur dari seorang perempuan berkulit putih dan berpenampilan jauh dari kesan lokal. Lalu dipojokan ada Ibu hamil yang sedang duduk di atas bola yoga sembari mengatur nafas. Aura kekampungan terasa, ramah. Lalu aku bertanya kepada salah satu laki-laki berseragam kaus Yayasan Bumi Sehat, menanyakan kemana aku harus mencari jawaban (berasa Kera Sakti mencari Guru).
Setelah bertanya, akhirnya menunggulah aku untuk berkonsultasi dengan Bidan, karena hari itu terdapat tiga Ibu yang akan melahirkan. Sembari duduk, mata mulai belanja memandangi tiap sudut klinik. Warga negara asing berkulit putih mondar-mandir sibuk mempersiapkan kelahiran Ibu muda asal desa sebelah. Lalu, mataku menangkap sosok Ibu paruh baya berperawakan kurus berambut panjang, memiliki wajah campuran Asia dan Kaukasia. Lalu ada Bidan atau perawat yang memanggilanya “ Ibu Robin!”, Ia pu menengok. Wah…..apakah dia Ibu Robin yang selama ini kucari *apeu. Bu Robin mondar-mandir sibuk mengurus klinik dan pasien. Sedari 15 menit lalu tidak ada Bidan yang mengajak bicara atau ngeh keberadaanku. Modal nekad, langsung saja Bu Robin kusapa.
“ Hai….Ibu Robin, saya Ashtra. I’m from Jakarta. I would like to gather information about giving birth gently. I’m 23 weeks pregnant.”
Dan tanpa aba-aba Ibu Robin langsung memelukku, menciumku mengucapkan selamat datang. Ia bilang tunggu sebentar yah ada yang mau melahirkan. I feel that energy that’s been missing. I recognize it, but didn’t realize it.
Alam, Tuhan, Mahija anakku….ini kah yang ingin kau tunjukan? Is this where you want me to be? To feel this. To feel like a special guest because I’m pregnant. To understand fully that the process of having something growing in my belly is a loving journey.
Air mata tak bisa dibendung. Selama saya mengandung, baru kali ini saya benar-benar merasakannnya. Mengandung adalah sebuah tabiat alami dan proses sakral alam semesta yang membanggakan. Bukan mengecewakan. I’m sorry I didn’t feel it from my mother or mother in law.
Ibu Robin tidak mengatakan apa-apa, Ia hanya memelukku. Dengan ampuhnya aku merasakan ucapan selamat datang yang hangat untukku seorang Ibu yang mengandung. Seorang yang istimewa. Dan untuk anakku . Does it Make sense?
Hari itu, Ibu Robin Lim yang sedang membantu dua orang wanita dalam proses kelahiran mengatakan kepadaku untuk menunggu sebentar. Di sebelah saya ada Ibu hamil yang sedang mengatur nafas menahan sakit diatas bola karet sembari suaminya memijat pinggangnya dari belakang. Ia salah satu Ibu yang akan melahirkan. Tampak tenang dan tak berteriak seperti di sinetron-sinetron yang saya tonton. Zen out…
Lalu Ibu Robin memanggil saya untuk diperiksa, saya dibaringkan lalu diukur perut. Sembari Ia mengajarkan cara saya tiduran dan bangun untuk memudahkan diri karena perut yang makin lama makin besar, I didnt know about it before. Ia mengatakan saya sehat, mata saya juga mata orang uang suka makan sayur. ” Everythings good”.
Lalu Ia menyuruh saya menunggu lagi di ruang tunggu Karena Ibu yang di Bak mandi atau kolam melahirkan akan segera melahirkan. Saya bertanya apa boleh saya masuk ke dalam, ” Well, its an intimate moment for The mother, so she needs some privacy”.
Walau begitu, hati nekat ingin lihat. Ruangan melahirkan yang berisi bak mandi moderen besar berisikan sang Ibu tadi di kelilingi staf Bumi sehat . Mereka semua bernyanyi dengan sakral. Sepertinya berbahasa Bali. Suasana damai terasa menembus dinding.
Lalu Ibu Robin Memanggil saya masuk ke dalam ruang kelahiran. Selama ini saya dan suami paling anti nonton dokumentasi proses ibu melahirkan. Tapi kali ini tanpa disuruh pun saya nyodorin diri.
Masuk ke ruangan…saya merasakan sensasi luar biasa nyaman. Saya diperkenalkan oleh sang Ibu yang bertelanjang dada memeluk seonggok kehidupan di dadanya. Mungil dan merah. Matanya tertutup tapi Ia tak menangis sedari tadi, hanya diam. Ia menyiratkan rasa aman. ” This Is Ashtra, Ia juga hamil. ” Ibu memperkenalkan saya. Detik itu juga mata meleleh. I felt the miracle in the Room with This tiny small new life on her mother arm. So beautiful……
I cant stop crying. Maybe The hormones …..Maybe love filled The room.
Lalu saya kembali dipersilahkan keluar, karena plasenta yang masih malu keluar dari perut Ibu. Ibu Robin kembali memanggil saya, kali ini ke ruang tamu. Ia menjelaskan kepada saya manfaat menunda pemotongan tali pusat.
Ia menunjukan botol aqua 150 liter yang penuh dengan air dan Botol aqua berukuran sama yang hanya berisi seperempat ukurannya . Dengan fasih Ia menjelaskan Bila talipusat langsung di potong maka darah yang bayi dapat terima Dari plasenta tidak sepenuh Ini, tapi hanya seperempat. “That’s why delay cutting cord is important for a newborn”.
Buku Ibu Alami, anak alami dan 7 bungkus vitamin menjadi oleh-oleh . Setelah pulang dari yayasan bumi sehat, saya baru sadar saya belum membayar ! ataupun ditagih bayaran… I’m overwhelmed by the experience.
Buah tangan yang paling penting dari perjalanan ini adalah Mahija memberitahu kepada saya bagaimana Ia ingin dipersembahkan ke dunia ini. Dengan damai dan penuh cinta…..
Tekad saya memanusiawikan proses kelahiranmu nak.
Saya Cinta Kamu Mahija.